Dinar-Dirham yang Mulai Populer sebagai Alat Pembayaran
Dapat Nasi Goreng Plus Kembalian Rp 20 Ribu
Sabtu, 09 Januari 2010 – 04:34 WIB

Keping uang emas bergambar Masjid Agung, Demak, Jawa Tengah (foto:ist)
Menurut Zaim, harga emas terus melambung karena uang kertas tergerus inflasi cukup tinggi. Dia mengilustrasikan, pada 2000, ongkos naik haji hanya Rp 21 juta atau dengan kurs saat itu setara 71 dinar. Saat ini, ongkos menunaikan ibadah haji malah turun jika menggunakan dinar, yakni 24 dinar atau Rp 35 juta. "Jadi, kalau memegang dinar, justru ongkos berhaji turun. Tapi, kalau dengan rupiah, naiknya sangat tinggi," jelasnya.
Dia menegaskan, usahanya memopulerkan penggunaan dinar dan dirham sebagai alat pembayaran bukan ditujukan untuk melawan pemerintah. "Kami tidak melawan siapa pun. Ini prinsip dasarnya sukarela," tegas pria kelahiran 22 November 1962 tersebut.Dia mengakui, penggunaan dinar dan dirham tidak cocok dengan sistem perbankan. Bahkan dengan bank syariah sekalipun. Sebab, mata uang kertas selalu termakan inflasi, sehingga menuntut adanya suku bunga. Hal itu berbanding terbalik dengan dinar dan dirham yang nilainya justru naik.
Menurut Zaim, tak masalah jika selama ini dinar dan dirham tidak terhubung dengan sistem perbankan. "Lagi pula, berapa persen sih di antara seluruh penduduk di Indonesia yang mengguankan sistem perbankan"? ungkapnya.
Dalam sejarah, penggunaan uang kertas memang baru berusia 300 tahun. Bahkan, lebih dari separo umur uang kertas itu dulu masih menggunakan deposit emas sebagai jaminan. Emas itu secara riil disimpan bank sentral. Namun, sejak sistem Bretton Woods yang ditandai lahirnya Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia pada 1944, jaminan riil emas di bank sentral dihapus. Dengan lahirnya sistem baru tersebut, bank sentral bisa mencetak uang tanpa dikaitkan dengan cadangan emas di brankasnya.
Mengumpulkan keping emas (dinar) dan perak (dirham) sebagai koleksi dan sarana investasi sudah biasa. Namun, sekelompok wirausahawan kini getol memasyarakatkan
BERITA TERKAIT
- Sang Puspa Dunia Hiburan, Diusir saat Demam Malaria, Senantiasa Dekat Penguasa Istana
- Musala Al-Kautsar di Tepi Musi, Destinasi Wisata Religi Warisan Keturunan Wali
- Saat Hati Bhayangkara Sentuh Kalbu Yatim Piatu di Indragiri Hulu
- Kontroversi Rencana Penamaan Jalan Pramoedya Ananta Toer, Apresiasi Terhalang Stigma Kiri
- Kisah Jenderal Gondrong ke Iran demi Berantas Narkoba, Dijaga Ketat di Depan Kamar Hotel
- Petani Muda Al Fansuri Menuangkan Keresahan Melalui Buku Berjudul Agrikultur Progresif