Dipecat Demokrat, Pasek Ingatkan Hukum Karma
jpnn.com - JAKARTA - Anggota Fraksi Partai Demokrat di DPR, Gede Pasek Suardika mengatakan, siapa saja yang suka menyakiti orang lain pada saatnya nanti orang itu akan tersakiti oleh perbuatannya sendiri.
Contohnya, kata dia, tidak jauh-jauh. Mereka yang dulunya kepada pers menuduh orang lain korupsi hingga keluarga yang dituduh menderita. Akhir-akhir, ini yang menuduh itu mulai disebut-sebut namanya dalam kasus korupsi.
"Itu ada dalam teori hukum karma dan saya percaya dengan teori itu," kata Gede Pasek Suardika, menjawab pertanyaan wartawan, terkait pemecatannya sebagai anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Jumat (17/1).
Ditanya, siapa contohnya yang dulu menuduh orang korupsi dan sekarang disebut-sebut namanya dalam kasus korupsi?, Gede Pasek Suardika mengelak mengungkapnya.
"Siapa orangnya, menjadi tidak penting karena harus diselesaikan secara hukum. Tapi kita harus ambil makna dari kejadian tersebut. Jangan suka menyakiti orang," imbuhnya.
Lebih lanjut, anggota DPR dari daerah pemilihan Provinsi Bali itu menegaskan perbuatan dulu bisa dinikmati sekarang, perbuatan sekarang bisa dinikmati nanti atau dinikmati sekarang.
"Jadi kalau sekarang mereka menuduh orang menyerangnya dan ternyata itu dijawab Tuhan saat ini meski sering orangnya merasa lupa-lupa ingatan. Mungkin nanti akan sadar juga," kata Pasek.
Seperti diketahui, Gede Pasek adalah teman dekat mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
JAKARTA - Anggota Fraksi Partai Demokrat di DPR, Gede Pasek Suardika mengatakan, siapa saja yang suka menyakiti orang lain pada saatnya nanti orang
- BPKP Usulkan Rancangan Kebijakan MRPN Lingkup Pemerintah Daerah
- Eks Tim Mawar Kenang Presiden Prabowo yang Rela Korbankan Diri demi TNI
- Polsek Tambusai Utara Ajak Warga di Desa Tanjung Medan Ciptakan Pilkada Damai
- AQUA dan DMI Berangkatkan Umrah bagi Khadimatul Masjid dari Enam Provinsi
- KPK Incar Pejabat BPK yang Terlibat di Kasus Korupsi Kemenhub
- PPPK Minta Regulasi Mutasi, Relokasi, dan TPP Rp 2 Juta, Berlebihankah?