Dipimpin Novanto, Golkar Jadi ‘The Leading Party’
jpnn.com - JAKARTA - Banyak pihak mengkritik keputusan Partai Golkar menunjuk kembali Setya Novanto menjadi ketua DPR. Salah satunya adalah Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi).
Peneliti Formappi, Lucius Karus mengatakan sejak rezim Orde Baru hingga masa reformasi, sejarah pergantian pucuk pimpinan DPR terjadi dua kali, hanya ada di periode DPR tahun 2014-2019.
Juru Bicara Partai Golkar, Nurul Arifin mengklarifikasi dengan mengatakan bahwa apa yang dikritisi Formappi sudah melalui prosedur dan aturan yang berlaku.
"Justru kita harus melihat ini sebagai sebuah catatan sejarah, agar tidak semena-mena dalam menggunakan kekuasaan," kata dia.
Nurul menjelaskan, Novanto korban dari kasus penyadapan ilegal yang jelas-jelas menyalahi undang-undang. Karena hanya aparat hukumlah yang dapat melakukan penyadapan.
"Dari perspektif saya pribadi, Pak Novanto mendapatkan haknya kembali dengan cara-cara yang sangat demokratis dan elegan. Ini pelajaran baik buat kita semua agar kejadian serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang," katanya.
Namun bagi Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesis (LIPI), Ziti Zuhro, proses politik yang terjadi saat ini di Partai Golkar dan parlemen harus dibaca dari kacamata lain.
Partai Golkar, kata dia, sangat solid mendukung Setya Novanto kembali menduduki jabatan yang pernah ditinggalkannya yakni Ketua DPR.
JAKARTA - Banyak pihak mengkritik keputusan Partai Golkar menunjuk kembali Setya Novanto menjadi ketua DPR. Salah satunya adalah Forum Masyarakat
- Jokowi Tanggapi Pernyataan Eks Ketua KPK Agus Rahardjo soal Kasus Setnov
- Jokowi Mempertanyakan Maksud Pernyataan Agus Rahardjo
- Menduga Pernyataan Agus Rahardjo soal Perintah Jokowi di Kasus Setnov, Antara Kontroversi dan Agenda Politik
- Praktisi Hukum Sebut Pernyataan Agus Rahardjo Tendensius dan Bernuansa Politis
- Isu Jokowi Pernah Minta Kasus Setnov Dihentikan, Awiek PPP Mengaku Semua Pihak Kaget
- Alexander Sebut Arahan Jokowi untuk Hentikan Kasus Setnov Ditolak Pimpinan KPK