Dirut PLN Masih Aktif

Dirut PLN Masih Aktif
Dirut PLN Masih Aktif

Menteri BUMN Dahlan Iskan dengan gamblang mengungkapkan bahwa Nur merasa lima karyawan PLN itu sudah dikriminalisasi Kejagung. ’’Intinya, dia galau. Dia merasa profesi kok dikriminalisasi. Kalau begitu, siapa yang mau jadi profesi teknik?’’ katanya.

Dahlan pun bisa memahami kegalauan penerusnya di kursi Dirut PLN sejak 1 November 2011 tersebut. Menurut dia, dirinya juga pernah menghadapi risiko dipenjara saat menjabat Dirut PLN. Karena itu, dia meminta Nur tetap tenang. Dahlan pun bertekad mempertahankan Nur di kursi Dirut PLN. ’’Sekarang cari orang jujur dan bersih itu sangat sulit,’’ ucapnya.

Sebagai gambaran, pertengahan Oktober lalu, Nur mendapat penghargaan Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA) 2013. Penghargaan tersebut merupakan bentuk apresiasi atas program PLN Bersih No Suap. Melalui program itu, Nur dinilai berhasil mereformasi sistem pengadaan barang dan jasa serta pelayanan pelanggan PLN.

Dahlan menyatakan, dirinya sudah mendapat laporan soal kasus lima karyawan PLN yang ditahan Kejagung karena diduga korupsi tersebut. Menurut dia, pekerjaan di flame tube PLTGU Belawan sudah dilakukan sesuai dengan standard operating procedure (SOP). ’’Menurut SOP, (perbaikan) itu ditenderkan. Namun, mesin belum dibuka masih jalan. Itu ditenderkan, kemudian dibuka mesinnya. Begitu dibuka, ada (perbaikan) yang lain. Yang menentukan itu diganti itu profesi ahli,’’ jelasnya.

Sumber Jawa Pos di internal PLN yang mengetahui pengerjaan flame tube tersebut mengungkapkan bahwa PLN sudah melakukan kajian mendalam atas kasus itu. ’’Ini memang hal yang sangat teknis. Akibatnya, ada persepsi yang berbeda antara PLN dan penyidik Kejaksaan Agung,’’ ujarnya.
Dia menyatakan, pekerjaan tersebut dilakukan karena mesin pembangkit sudah waktunya diservis secara rutin (overhaul). PLN lantas melakukan tender pengadaan dan pelelangan, termasuk harga perkiraan sendiri (HPS), atas pekerjaan tersebut.

Proyek pekerjaan dengan spesifikasi Life Time Extention (LTE) Gas Turbin (GT) 2.1 & 2.2 itu awalnya akan dikerjakan PT Siemens Indonesia. Namun, harga yang diminta terlalu tinggi, Rp 843 miliar. Karena itu, PLN melakukan lelang dan akhirnya dimenangi PT Nusantara Turbine Propulis yang merupakan konsorsium Mapna (perusahaan asal Iran) yang sanggup bekerja dengan bayaran hanya Rp 400 miliar.

Pemenang lelang lantas mengerjakan. Namun, setelah mesin pembangkit dibuka, ditemukan beberapa bagian yang juga harus diservis. Karena itu, dibuatlah kontrak tambahan atau adendum untuk pekerjaan yang tidak ada dalam kontrak awal. ’’Nah, penyidik kejaksaan membandingkan nilai HPS dengan harga kontrak awal plus pekerjaan tambahan sehingga angka total kontrak terlihat lebih besar dari HPS. Itulah yang lantas diduga sebagai markup,’’ ungkapnya.
Lantas, mengapa ada bagian lain di mesin yang harus diperbaiki dan tidak diketahui PLN sebelum servis rutin dilakukan? Menurut dia, mesin pembangkit yang beroperasi dalam jangka panjang memang memungkinkan salah satu bagiannya rusak dan baru diketahui saat mesin dibuka.
’’Analoginya seperti ini. Kita servis rutin mobil di bengkel, biaya servisnya disepakati Rp 500 ribu. Tapi, setelah mesin dibuka, teknisinya menemukan onderdil yang harus diganti karena kondisinya sudah kurang bagus. Karena itu, sekalian diganti onderdilnya. Nah, total biaya servis akhirnya menjadi lebih besar dari Rp 500 ribu karena ada tambahan penggantian onderdil. Kira-kira begitu gambarannya,’’ jelasnya.

Persoalan lain yang diduga melanggar ketentuan kontrak adalah hasil pemeriksaan penyidik Kejagung terkait dengan kondisi mesin pembangkit setelah diperbaiki. Dalam kontrak, ada jaminan bahwa mesin akan mampu memproduksi listrik dalam jumlah sekian megawatt (MW) setelah perbaikan.

JAKARTA – Kapal besar PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sedikit goyah. Kasus hukum yang membelit beberapa karyawan PLN membuat sang nakhoda,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News