Disebut Teh Arab, Tak Haram
Jumat, 08 Februari 2013 – 09:03 WIB
Menurut Jack, karena menguntungkan, warga di sana terus membudidayakan ”teh arab” yang ternyata dilarang hukum itu. Apalagi, tanaman tersebut mudah tumbuh dan tidak memerlukan biaya perawatan khusus. Dalam waktu lima hari saja, pucuk muda bisa dipanen.
"Di kampung saya saja ada empat petani. Belum di luar sana, total semua ada 2 atau 3 hektar. Keuntungannya menggiurkan,” katanya.
Kabag Humas BNN, Sumirat Dwiyanto mengatakan, hingga kini, pihaknya belum menindak para petani yang menanam pohon katinon. Petani katinon tidak tahu bahwa tanaman itu adalah salah satu jenis narkotika ilmiah golongan I.
Dikatakan, pihaknya memilih akan menempuh program persuasif dengan sebutan alternative development bagi petani. Program tersebut bertujuan untuk membinaa para petani kationo untuk mengganti dengan tanaman komoditas lain. ”Kalau memang itu tanaman terkait dengan narkotika, pasti akan dilakukan seperti alternative development, seperti yang kita lakukan pada bekas petani tanaman ganja di Aceh,” ujar Sumirat.
NAMA teh Arab yang lazim dikonsumsi oleh warga negeri gurun di kawasan Puncak menarik perhatian banyak orang belakangan ini. Maklum, daun tanaman
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408