Disel Dapat Kasur Empuk dan Jatah Makan Nasi Kebuli
Kamis, 10 Desember 2009 – 05:16 WIB
Di kantor polisi, dia diperlakukan baik-baik. Tak ada pemukulan. Dia kemudian dibawa ke mahkamah atau pengadilan. "Untung, hakimnya keturunan Indonesia. Saya ditanyai baik-baik. Saya jelaskan apa adanya. Saya juga dibela penumpang-penumpang sepuh yang tahu kejadian tersebut," papar dia. Khotib maklum ketika hakim itu tetap menyatakan dirinya bersalah. Dia disesalkan sang hakim karena memukul sampai berdarah. "Jadi, di sini memang jarang ada perkelahian yang sampai berdarah," ungkapnya. Dia kena vonis dua bulan penjara plus cambuk 39 kali. Khotib tabah saja menjalani perkara tersebut. Pemuda yang terluka olehnya itu juga dipenjara karena memaksa melanggar aturan, meski tak dicambuk.
"Penjaranya enak sekali," terang Khotib. Dia ditahan di sijjin (penjara) di Tan?im, tepi wilayah Makkah. Kasur penjara tersebut berbahan busa tebal sejengkal. Pendinginnya AC "gantung" sehingga suhunya bisa diatur, bukan AC sentral. Pagi, dia sarapan roti yang diolesi madu. Siang, dia diberi makan nasi kebuli dengan banyak daging. Malam, dia dijatah roti dengan daging. "Pokoknya, bergizi dan bisa tambah gemuk," kelakar Khotib.
Yang tidak enak, tiba saat dicambuk. Sebelum dibawa ke tiang pencambukan di depan umum, Khotib diperiksa dokter. Dicek kondisi badannya, terutama jantung. Kalau tak enak badan, hukuman ditunda. Tetapi, waktu itu Khotib sehat dan siap-siap saja. Dua tangannya lurus di atas kepala, diikat di tiang tinggi. Punggungnya dibuka. Beberapa polisi berbaret merah menjadi eksekutornya. Begitu aba-aba dimulai, polisi tersebut dengan sekuat tenaga mengayunkan rotan seukuran jari di tangan, bukan ayunan ringan seperti hukum cambuk di Aceh.
Karena hantaman keras tersebut, Khotib meringis menahan sakit. Pencambukan itu beruntun, cepat, tanpa jeda. Setelah bak.. bik.. buk.. bek.. bok.. sampai 20 cambukan, polisi itu capek. Khawatir cambukan terlalu ringan, polisi rekannya langsung menggantikan sampai lunas 39 cambukan. Sebelum mendapatkan giliran dicambuk tersebut, Khotib melihat pemuda yang divonis 25 cambukan. Kesalahannya, sang pemuda mabuk-mabukan. "Baru 19 cambukan, dia pingsan. Tak kuat," tutur Khotib. Sang pemuda pun diobatkan dan masih punya utang enam cambukan. Setelah sembuh, utang itu baru ditagih?.
Beraneka cerita WNI di Arab Saudi. Kisah kali ini tentang rasanya bila terkena pidana cambuk. WNI asal Porong, Sidoarjo, mengisahkan kepahitan tersebut
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408