Disertasi Selamat setelah Bertemu Sumarlin di Lapangan Tenis
Minggu, 14 Agustus 2011 – 22:18 WIB

Jeffrey A Winters di Universitas Hasanuddin. Foto: Unhas.ac.id.
Dengan terus tersenyum ramah, pria bule itu menanggapi berbagai pertanyaan wartawan dengan terkait dinamika politik di Indonesia. "Posisi SBY sekarang lebih lemah bila dibandingkan dengan sebelum kasus Nazaruddin ini muncul," katanya menjawab pertanyaan wartawan dalam bahasa Indonesia yang sangat fasih.
Jeffrey memang menguasai bahasa Indonesia dengan sangat baik. Maklumlah, dia menginjakkan kaki di Indonesia sejak 1982. Waktu itu, Jeffrey yang baru lulus S-1 ilmu politik, direkrut menjadi dosen sastra Amerika di Fakultas Sastra, Universitas Gajah Mada, Jogjakarta. "Memang aneh. Ternyata, kesempatannya ada di situ," ujarnya.
Menurut Jeffrey, itulah awal perkenalannya dengan Indonesia. "Beberapa teman dari 29 tahun yang lalu itu masih ada. Kami masih berteman dekat sampai sekarang," tuturnya. Jeffrey sempat menetap tiga tahun di Jogjakarta. Setelah itu, dia pulang ke Amerika untuk mengambil gelar master di Yale University, Connecticut. Begitu lulus, dia melanjutkan program doktornya di kampus yang sama.
Karena pernah tinggal di Indonesia, Jeffrey tertarik untuk menjadikan Soeharto dan rezim Orde Baru sebagai objek disertasi. "Ini berkembang secara teratur, baik teoretis dan penelitiannya," kata Jeffrey. Banyak pengalaman menarik dalam proses pengumpulan data sepanjang 1989-1990.
Sejak reformasi bergulir, nama Jeffrey A.Winters semakin familier di Indonesia. Dia mulai "menyelami" dunia politik Indonesia secara serius
BERITA TERKAIT
- Inilah Rangkaian Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Semarak Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Sang Puspa Dunia Hiburan, Diusir saat Demam Malaria, Senantiasa Dekat Penguasa Istana
- Musala Al-Kautsar di Tepi Musi, Destinasi Wisata Religi Warisan Keturunan Wali
- Saat Hati Bhayangkara Sentuh Kalbu Yatim Piatu di Indragiri Hulu
- Kontroversi Rencana Penamaan Jalan Pramoedya Ananta Toer, Apresiasi Terhalang Stigma Kiri