Disway Baru
Oleh: Dahlan Iskan
Mungkin jumlahnya sampai 200 –sampai Juli nanti. Lalu menjadi 500 di tahap berikutnya. Lalu entah menjadi berapa lagi di akhir tahun –masih rahasia.
Saya –yang sudah 71 tahun– kadang tidak mengerti isi pembicaraan anak-anak muda itu. Sering saya hanya jadi pendengar yang pura-pura mengerti.
Maka saya seolah saya tahu bahwa mereka lagi amat sibuk. Mereka sedang berkomitmen untuk membesarkan Disway ini. Bukan dengan cara saya –tapi dengan cara anak muda.
Melihat perubahan ini saya pun seperti Anda. Saya lagi bertanya-tanya: Disway ini sedang menuju ke mana. Ke restoran? Ke kuburan?
"Kami tidak mau menuju kuburan," kata mereka. Ya, sudah. Saya ikut saja.
Bagi saya, memercayai anak-anak muda sudah lama menjadi bagian dari napas sehari-hari. Bukan tanpa risiko. Sering. Bahkan, risikonya tak tertahankan –tapi biarlah saya sendiri yang tahu. Hidup memang penuh risiko –bagi yang tetap ingin hidup.
Kini saya juga seperti Anda: kangen dengan rumah lama. Terutama kepada para perusuh itu. Perusuh Disway. Saya juga lupa siapa yang pertama menciptakan istilah perusuh itu. Cocok banget predikat itu untuk mereka.
Ke mana pantun? Ke mana Pak Thamrin? Aryo Mbediun? Mbah Mars? Ummi? Dan semuanya?