Ditekan Menangis, 10 Bulan Siap ke Olimpiade

Ditekan Menangis, 10 Bulan Siap ke Olimpiade
BELAJAR - Prof Yohanes Surya, Direktur Surya Institute, didampingi Director for Transformational Development World Vision, Grace AD Hukom, mengajarkan metode khusus kepada siswa asal Papua, Merlin Kogoya (baju merah) dan Christian Murib. Foto: Titik Aadriyani//Jawa Pos.
Pendiri Surya Institute, Prof Yohanes Surya mengungkapkan, sejak setahun lalu pihaknya mengambil para siswa yang berkemampuan kurang untuk dilatih belajar matematika. Dia mengambil para siswa dari Papua. Sebab, Yohanes memiliki pengalaman yang membuat hatinya tergerak untuk mendidik anak-anak Papua. Dia pernah melontarkan soal sederhana tentang penjumlahan kepada salah seorang siswa di Papua. "Berapa 18 ditambah 5?" tanyanya ketika itu.

Sang siswa yang mendapat pertanyaan tersebut berpikir cukup lama. Dibuatnya garis-garis kecil sejumlah bilangan yang ditanyakan. Kemudian, dihitungnya garis-garis tersebut satu per satu. Hati Yohanes terenyuh. Sebab, untuk menjawab soal sederhana itu saja dibutuhkan waktu cukup lama.

Yohanes meyakini, bila metode pembelajaran diberikan dengan baik, anak-anak itu pun bisa menyerap pelajaran secara baik. Selain itu, dia percaya anak-anak Papua memiliki kemampuan yang tidak kalah dari siswa di Jawa atau daerah lain di Indonesia yang lebih maju, asalkan diberi kesempatan yang sama.

Dia ingin membuktikan bahwa keyakinannya tersebut bukanlah sebuah kesalahan. Karena itu, dia memilih Papua, daerah yang dinilai terbelakang dalam banyak hal. Dengan persetujuan sekolah, orangtua, serta pemda setempat, 27 anak Papua dibawa ke Surya Institute, Tangerang. Mereka dipilih secara acak dari Kabupaten Tolikara, Waropen, Sorong Selatan, Lani Jaya, serta Wamena.

Tak ada anak Indonesia yang bodoh. Itulah yang diyakini pendiri Surya Institute, Prof Yohanes Surya PhD. Berbekal keyakinan tersebut, dia merekrut

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News