Ditekan Menangis, 10 Bulan Siap ke Olimpiade
Jumat, 15 Januari 2010 – 01:46 WIB
Menurut dia, anak-anak Papua memiliki keunikan tersendiri. Pendiri Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI) itu menyatakan, mereka tak sekadar diajari hingga pintar matematika dan IPA. Tapi, mereka juga belajar karakter budaya. "Mereka punya kekhususan. Kalau ditekan, mereka menangis. Ada juga yang melawan. Bergantung sukunya. Karena itu, kami memakai pendekatan budaya," jelasnya.
Sebelum membawa 27 siswa dari Papua tersebut, Yohanes mengorbitkan Septinus George Saa dari SMA Negeri 3 Wamena, Papua. Septinus berhasil meraih penghargaan "The First Step to Nobel Prize" pada 2003. Setahun kemudian, dia membimbing siswi dari Papua lainnya, Anneke Bowaire dari SMA Serui, yang berhasil merebut gelar "The First Step to Nobel Prize" pada 2004.
Alumnus Fisika dari College of William and Mary, Virginia, AS tersebut menuturkan, ke depan, Surya Institute berencana meminta semua kabupaten di Papua untuk memilih anak-anak yang dianggap paling "bodoh" di daerahnya. Bakal diminta satu anak dari tiap kabupaten. Mereka akan dididik di Surya Institute selama enam bulan.
Bukan hanya siswa, para guru di daerah tersebut juga akan dilatih. Dari tiap kabupaten akan diambil 10 guru. Bersama LSM World Vision, pihaknya akan menjaring guru serta siswa di daerah terpencil dan suku pedalaman untuk digembleng di lembaganya.
Tak ada anak Indonesia yang bodoh. Itulah yang diyakini pendiri Surya Institute, Prof Yohanes Surya PhD. Berbekal keyakinan tersebut, dia merekrut
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408