Ditemani Pemandu Virtual, Koleksi Indonesia Terbanyak
Gaya klasik bangunan itu masih dipertahankan. Museum tersebut dulu merupakan Empress Place Building yang dibangun pada 1860 dan digunakan lebih dari 100 tahun untuk rumah kolonial dan sesudahnya seperti kantor pemerintah Singapura.
Museum yang tepat bersinggungan dengan gedung parlemen Singapura itu merupakan satu di antara lima museum nasional. Empat lainnya adalah Museum Peranakan, Museum Nasional Singapura, Museum Seni Singapura, dan 8Q SAM, yakni museum seni kontemporer yang terletak di Queen Street Nomor 8. Dibangun pada 1993, ACM berhasil masuk dalam jajaran sembilan besar Asia’s Top Museum versi TripAdvisor’s Travellers Choice. Peringkatnya membayangi Hong Kong’s Museum of History di posisi ke-8.
Saat memasuki ACM, pengunjung akan bertemu ruang lobi yang cukup luas. Di tengahnya terdapat meja panjang tempat menjual tiket. Satu di antara tiga petugas loket menunjukkan selembar kertas berisi peta keseluruhan ruangan museum. Tentu saja, peta itu diberikan setelah Jawa Pos membayar biaya masuk SGD 8 atau sekitar Rp 75 ribu per orang.
Awal eksplorasi museum, pengunjung disambut anak tangga yang cukup tinggi menuju lantai 2. Dinding abu-abu dan lantai dari kayu cokelat mengkilap menambah nuansa etnik museum. Sebuah pahatan topeng raksasa yang digantung di dinding seolah ikut menyambut pengunjung. Di level ini, ACM menyuguhkan ratusan galeri seni patung (sclupture) masyarakat Batak, Sumatera Utara, pada masa lampau. Pameran itu bertajuk Beginning of the Becoming: Batak Sculpture from Northern Sumatra.
Suasana di dalam museum memang tidak riuh seperti di luar gedung. Hanya terlihat satu–dua orang yang menikmati karya para nenek moyang itu. Misalnya, Richard, pemuda dari London yang mengunjungi ACM bersama kekasihnya. Mereka terlihat mesra sambil berdiskusi soal seni pahat dan ukir Hombung (Heirloom chest), pahatan kayu yang ditemukan pada abad ke-19 di Toba atau Simalungun Batak.
Hombung merupakan tempat penyimpanan benda-benda penting dan bernilai seperti perhiasan, senjata, serta tekstil. ’’Saya tidak pernah ke Indonesia. Saya baru pertama ke museum ini. Saya lihat banyak kebudayaan yang sangat unik dari Indonesia pada masa lalu,’’ ungkap Richard kepada Jawa Pos.
Begitu pula Karish, mahasiswi jurusan Sosiologi di Singapore Institute of Management (University at Buffalo) Singapura. Dia mengunjungi pameran ACM untuk menggarap tugas dari kampusnya. Sejak awal melihat seni pahatan Batak, gadis 22 tahun tersebut merasa sangat tertarik untuk mempelajari.
’’Karya ini sangat mistis. Masyarakat Singapura tidak begitu percaya takhayul,’’ ujarnya lantas tersenyum.
Negara-negara di Asia terintegrasi sejak zaman nenek moyang. Singapura merupakan negara yang menunjukkan kepedulian terhadap sejarah benua terbesar
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408