Ditunggu, Sikap Fraksi soal Lima Isu Krusial RUU Pemilu
jpnn.com, JAKARTA - Pembahasan RUU Pemilu belum kelar. Fraksi di parlemen masih mempunyai waktu melakukan lobi-lobi politik untuk memutuskan lima poin krusial. Salah satunya mengenai metode konversi suara.
Direktur eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) August Mellaz mengatakan, metode konversi suara ke kursi perlu disempurnakan.
Alasannya, metode penghitungan suara yang diatur UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, masih mencerminkan ketidakadilan atau kesenjangan harga sebuah kursi wakil rakyat yang diperoleh antarparpol.
Dia memberi contoh, pada Pemilu 2014 ada satu kursi DPR yang diperoleh satu parpol di sebuah dapilhanya dengan mengumpulkan 94.200 suara dengan bilangan pembagi pemilih (BPP) sebesar 212.700 suara.
Sementara, parpol lainnya di dapil yang sama perlu mengumpulkan sebanyak 305.713 suara untuk harga sebuah kursi DPR.
“Fenomena ini terjadi karena penerapan sebuah metode penghitungan suara ke kursi yang telah ditetapkan dalam UU Pemilu tersebut, yakni metode Kuota Hare,” terangnya.
Menurutnya, metode Kuota Hare ini tidak memberikan jaminan keadilan perolehan suara-kursi bagi setiap parpol. “Metode Kuota Hare memunculkan paradoks penghitungan,” kata August Mellaz.
Disampaikan juga, metode Kuota Hare ini sudah tidak lagi digunakan dalam Pemilu di Amerika Serikat sejak tahun 1911. Bahkan, sudah dilarang dalam Pemilu di Jerman berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Jerman.
Pembahasan RUU Pemilu belum kelar. Fraksi di parlemen masih mempunyai waktu melakukan lobi-lobi politik untuk memutuskan lima poin krusial. Salah
- Gerindra Sebut Pandangan Prabowo-Jokowi Sama, Kedepankan Aspirasi Rakyat
- Ribuan Aparat Amankan MK, Hasto PDIP Membatin Penabur Angin akan Menuai Badai
- Analisis Wage Wardana Soal Sikap DPR dan Aspirasi Publik Mengenai RUU Pemilu
- Surya Paloh Pastikan NasDem Tak Ikut Revisi UU Pemilu, Pilkada Tetap 2024
- PBB Apresiasi Sikap Presiden Isyaratkan Tolak Revisi UU Pemilu
- Gelora Tolak Kenaikan Ambang Batas Parlemen, Ini Alasannya