Diusulkan, Polisi Jangan Ikut Usut Kasus

Diusulkan, Polisi Jangan Ikut Usut Kasus
Diusulkan, Polisi Jangan Ikut Usut Kasus
JAKARTA - Praktisi hukum Dr Jazuni menegaskan,  berakhirnya kasus Bibit Samad Riyanto-Chandra Hamzah jangan diartikan bahwa berbagai penyelewengan praktek hukum sudah berakhir. Menurutnya, tragedi hukum yang menimpa Bibit-Chandra itu baru satu dari ribuan praktek penyelewengan hukum yang terungkap ke permukaan.

"Di Cikarang misalnya, Polisi dan Jaksa setempat berusaha meloloskan seseorang yang diduga menipu ratusan juta rupiah dengan cara menolak laporan korban dengan alasan belum memenuhi unsur-unsur tindak pidana. Kejadiannya berlangsung 18 Mei 2009 lalu," ungkap Jazuni dalam diskusi di press room DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (15/12). Bersama Jazuni, hadir narasumber pakar hukum tata negara Margarito Kamis, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat Ruhut Sitompul, koordinator Indonesia Police Watch Netta S Pane dan Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti.

Kembali ke cerita kasus di Cikarang, Jazuni menjelaskan, setelah diterangkan UU Nomor 2 tahun 2002 tentang sanksi bagi polisi yang berupaya menolak laporan tindak pidana, lanjutnya, pada 25 Juni 2009 polisi baru bersedia mengeluarkan Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL). "Anehnya pada hari yang sama polisi menawari pengembalian uang Rp250 juta dengan syarat pelapor mau berdamai dengan terlapor."

Tiga bulan berselang, tepatnya 30 September 2009, berkasnya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Cikarang. Namun Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan berkasnya belum lengkap dan meminta dilakukan konfrontir antara keterangan saksi korban, saksi-saksi dan tersangka "Petunjuk JPU itu janggal karena bukannya mengarahkan pada pemenuhan unsur pidana. Diduga JPU hanya mencari alasan untuk mengulur waktu."

JAKARTA - Praktisi hukum Dr Jazuni menegaskan,  berakhirnya kasus Bibit Samad Riyanto-Chandra Hamzah jangan diartikan bahwa berbagai penyelewengan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News