Divonis Makar, Tujuh Warga Papua Mengaku Tidak Bersalah
Saat itu sejumlah mahasiswa Papua menggelar aksi demonstrasi damai di kota Malang dengan mengangkat isu soal sejarah penguasaan Papua oleh Indonesia.
Namun mahasiswa Papua tersebut mendapat serangan, termasuk penyebutan "monyet" yang dianggap rasis.
Photo: Massa aksi membentangkan spanduk berisi tulisan"Stop intimidasi dan rasisme terhadap warga Papua" selama aksi unjuk rasa. (AP: Safwan Ashari Raharusun)
Sehari sebelum 17 Agustus 2019, mahasiswa Papua yang berada di asrama Kamasan Papua, Surabaya dikepung oleh oknum TNI dan polisi, dengan tuduhan membuang bendera Merah Putih ke selokan.
Menanggapi sejumlah insiden tersebut, warga di Papua turun ke jalan dan berakhir dengan kerusuhan.
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI pernah memperlambat akses internet di Papua dan Papua Barat, terutama di kota sorong.
Saat itu Menkominfo menyebut alasannya untuk menghentikan penyebaran informasi yang salah, meski membuat warga, aktivis, dan media kesulitan mendapat informasi apa yang terjadi di sana.
Awal bulan Juni lalu, Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta memutuskan Pemerintah Indonesia bersalah dalam kasus pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat.
Pengadilan Negeri Balikpapan hari ini menggelar sidang putusan terhadap tujuh aktivis Papua dengan dakwaan makar
- Dunia Hari Ini: Assad Buka Suara Lebih dari Seminggu Setelah Digulingkan
- Lima Anggota Bali Nine Sudah Kembali dan Akan Hidup Bebas di Australia
- Dunia Hari Ini: Warga Australia Keracunan Minuman Beralkohol di Fiji
- Sekolah di Australia yang Menutup Program Bahasa Indonesia Terus Bertambah, Ada Apa?
- Dunia Hari Ini: Donald Trump Menjadi 'Person of the Year' Majalah Time
- Kabar Australia: Pekerja Qantas Mogok Kerja Seharian, Minta Naik Gaji