DO Hakim Mulyono dalam Kasus Asabri Dinilai Tepat, jadi Catatan bagi Pengadilan Banding

DO Hakim Mulyono dalam Kasus Asabri Dinilai Tepat, jadi Catatan bagi Pengadilan Banding
Ilustrasi - Sidang kasus korupsi Asabri. Foto: dok. Kejaksaan Agung

“Artinya di sini, BPK itu menggunakan dua parameter yang berbeda. Jadi, BPK mengatakan pembelian dana investasi tidak sesuai dengan prosedur, akan tetapi di dalam perhitungannya itu menggunakan pengembalian efek yang diterima dari reksadana yang dibeli secara tidak sah. Sehingga Anggota Majelis Hakim Mulyono menilai itu belum menunjukkan kerugian negara yang secara nyata ada, tetapi itu hanya menunjukkan potensial loss saja,” ungkap Nur.

Nur sendiri enggan masuk terlalu jauh ke dalam proses dan mekanisme penghitungan kerugian negara dalam kasus Asabri. Pasalnya, dia bukanlah akuntan dan tidak terlalu paham bagaimana melakukan penghitungan kerugian negara dalam kasus Asabri.

Namun, Nur hanya memastikan bahwa kerugian negara dalam kasus korupsi termasuk kasus Asabri haruslah kerugian negara yang nyata dan pasti sebagaimana disoroti dan ditekankan oleh Hakim Mulyono.

“Saya tidak mengerti bagaimana cara menghitung kerugian keuangan negara, karena saya bukan akuntan. Tetapi saya menggarisbawahi sebagaimana pendapat Hakim Mulyono itu, karena di dalam pembuktian Pasal 2 dan 3 UU Tipikor itu harus ada kerugian negara secara nyata dan pasti, akan tetapi perhitungan yang dilakukan BPK itu, itu menggunakan total loss. Itu yang disoroti Hakim Mulyono,” tegas dia.

Lebih lanjut, Nur mengatakan kerugian keuangan negara dalam kasus korupsi harus nyata untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan kepada terpidana. Sebab, terpidanalah yang nantinya harus menanggung beban kerugian keuangan negara tersebut untuk dikembalikan dalam bentuk ganti rugi.

“Kerugian keuangan negara tidak boleh potensial loss, karena itu nantinya akan menjadi beban bagi terpidana untuk mengembalikan ganti kerugian kepada negara. Jadi, harus nyata dan pasti jangan sampai kerugian negara yang nyata hanya Rp 5 miliar, lalu jadi Rp 5 triliun, mampus terpidananya mengembalikan, padahal bukan sebesar itu yang dia nikmati,” kata Nur.

Terkait dissenting opinion Hakim Mulyono, menurut Nur, tidak menjadi masalah karena itu menjadi catatan yang harus dilampirkan pada putusan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.

Menurut dia, dissenting opinion tersebut menjadi catatan untuk pengadilan tingkat atasnya baik pengadilan banding maupun pengadilan kasasi.

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Airlangga menilai dissenting opinion (DO) yang dilakukan Anggota Majelis Hakim Pengadilan Tipikor dalam kasus Asabri, sudah tepat dari segi aturan atau undang-undang.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News