Doa Sritex

Oleh: Dahlan Iskan

Doa Sritex
Dahlan Iskan. Foto/ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

Bahkan, ada pabrik tekstil yang menyesal membangun pembangkit sendiri: telanjur tidak percaya pada PLN. Sritex mengulangi penyesalan pengusaha tekstil yang menyesal itu.

Pabrik rayon Sritex itu dibangun di Wonogiri. Bayangkan bagaimana penyediaan batu baranya. Tiap hari harus angkut batu bara pakai ratusan truk dari pelabuhan Semarang ke Wonogiri. Betapa mahalnya.

Dua tahun lalu pabrik rayon itu berhenti beroperasi. Tidak sampai berumur dua tahun sudah mati. Mati bayi. Investasi Rp 7 triliun sia-sia.

Seandainya pun hanya pakai listrik PLN --dengan minta layanan khusus, dilayani tiga gardu induk-- belum tentu masih kompetitif. Penyebabnya: pabrik rayon lain punya bahan baku sendiri. Punya pabrik pulp sendiri. Bahkan punya hutan sendiri --yang bisa ditebang untuk dibuat pulp.

Sritex tidak punya pabrik pulp, apalagi hutan tanaman industri. Pulpnya dibeli dari perusahaan India di Purwakarta: Indo Bharat.

Sritex memang sudah bergerak ke hulu tapi masih ada hulu-hulu lanjutan yang belum ia masuki.

Sebenarnya pengadilan pernah memberi perpanjangan umur Sritex, tetapi tidak dimanfaatkan dengan baik.

Kala itu para kreditor memailitkan Sritex. Utangnya senilai sekitar Rp 16 triliun macet. Baik kepada berbagai bank maupun ke para pemasok bahan baku, termasuk Indo Bharat.

YANG harus dibacakan doa kubur ternyata yang di Solo. Sritex resmi meninggal dunia. Kemarin. Persis bersamaan dengan hari pertama bulan Ramadan: 1 Maret 2025.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News