Dokter Ibu

Dahlan Iskan

Dokter Ibu
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Dikira semua Tiinghoa itu mampu. Deny dipanggil pimpinan Unand. Saat itulah Deny menjelaskan: kalau mampu mengapa saat kuliah saya jalan kaki lima kilometer. Pulang pergi.

Setelah jadi dokter Deny tidak mau jadi pegawai negeri. Dia jadi dokter di rumah sakit swasta. Awalnya di RS Eka milik Sinar Mas di Riau. Lama Deny bertugas di Riau. Sampai mampu membeli rumah di Pekanbaru.

Sang mama sempat tahu anaknya menjadi dokter. Sangat bahagia. Satu-satunya dokter dari lima bersaudara. Maka sang mama selalu diajak Deny satu rumah ke kota mana pun Deny berdinas.

Saat di Riau itulah Deny mengambil gelar master manajemen. Dia banyak mendapat tawaran kuliah spesialis: tidak mampu bayar.

Juga tidak mau kehilangan penghasilan akibat kuliah lagi. Dia bertekad memilih jalur manajerial. Bukan jalur klinis.

Pun di tempat tugasnya yang baru sekarang ini Deny juga di lingkungan manajemen: Kepala Divisi Bisnis RS Mayapada Surabaya.

Tentu Deny sering dapat pertanyaan: lulusan terbaik, kok, hanya jadi dokter umum. Deny tidak menggubris. Dia tidak mungkin menjelaskan kalau semua itu lantaran sayang mama.

"Dulu saya jalan kaki. Sekarang punya mobil. Itu sudah satu kemajuan," ujarnya. "Daripada yang dulu sudah naik mobil dan setelah jadi spesialis juga tetap naik mobil," guraunya.

Ini di kehidupan nyata: ada dokter bertekad tidak mau kawin. Dia ingin fokus merawat ibunya.. Dia khawatir: kalau kawin tidak bisa fokus merawat sang ibu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News