Dokter Jangan Hanya Menunggu Orang Sakit di Poliklinik

OLEH : TITIK ANDRIYANI, Jakarta

Dokter Jangan Hanya Menunggu Orang Sakit di Poliklinik
Farid Anfasa Moeloek di ruang kerjanya klinik Raden Saleh. Foto: Titik Andriyani//Jawa Pos
 

Dedikasi dan ajaran Moeloek kini masih mengalir di dalam darah anak-anaknya. Farid adalah salah satunya. Setelah lulus SMA di Tanjung Karang, Farid masuk Fakultas Teknik Sipil, ITB. Namun, studi itu ditempuhnya hanya beberapa saat. Sebab, hati kecilnya seolah memanggil untuk mengambil jurusan kedokteran, mengikuti jejak ayahnya. Farid pun banting setir. Dia ikut ujian di FK UI dan lulus. Setelah lulus sebagai dokter umum, Moeloek mengambil spesialis obgyn dan gynecology (kandungan dan kebidanan). Setelah itu, Farid memutuskan

mengambil gelar doktor (PhD) di Johns Hopkins University (AS). Kebetulan, kata dia, ketika itu ada kerja sama antara UI dan universitas di negeri Paman Sam tersebut. Farid berhasil lulus cumlaude. Sebuah prestasi yang membanggakan bagi dirinya.

Karirnya di bidang kedokteran berawal saat dia menjadi staf pengajar di FK UI. Dia mengajarkan ilmu kebidanan dan ilmu lingkungan. Hingga kini dia masih mengajar di sana. Farid juga sempat dipercaya menjadi direktur Pascasarjana UI pada 1991?1998. Dalam kurun waktu itu, dia juga aktif di sejumlah organisasi. Salah satunya, memimpin asosiasi internasional kesehatan reproductive and health. Dia juga sebagai anggota MPR.

 

Karena itu, pada 1998, saat Soeharto terpilih kembali menjadi presiden RI, Farid dipercaya menduduki jabatan Menkes. Sayang, puncak karirnya tak berlangsung lama. Ketika Soeharto lengser, kabinetnya juga turut bubar. Namun, saat Soeharto digantikan B.J. Habibie, Moeloek kembali mendapat kepercayaan menduduki kursi tersebut. Dia pun resmi menjadi Menkes periode 1998?1999.

Nila Djuwita Anfasa Moeloek nyaris menjadi menteri kesehatan pada Kabinet Indonesia Bersatu II. Munculnya Nila mengingatkan orang pada nama menteri

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News