Dokter Lo Siauw Ging Kerap Menolak Uang dari Pasien

Dokter Lo Siauw Ging Kerap Menolak Uang dari Pasien
Dr. Lo Siauw Ging di tempat prkateknya, Jalan Jagalan 27 Solo. Foto: Lusia Arumingtyas/JAWA POS

Saat di Gunungkidul itu pula, Lo sempat menderita sakit yang akhirnya menjadi salah satu motivasinya untuk membantu sesama. Dia mengalami leptospirosis kronis ketika itu.

”Para dokter ahli sudah mengatakan harapan hidup tipis, 10–20 persen,” jelasnya.

Tapi, keajaiban itu datang beberapa hari setelah vonis tersebut. Lo yang sudah sebulan penuh opname di rumah sakit sembuh. ”Saya merasa nyawa saya telah disambungkan lagi oleh Tuhan. Jadi, saya harus menyerahkan sisa kehidupan untuk mengabdi kepada hamba-Nya,” jelasnya.

Kesempatan bertugas di berbagai daerah itu pula yang membuat relasinya luas. Jaringan pertemanan itulah yang akhirnya turut membantunya bisa mempertahankan praktik tanpa memasang tarif. 

Tiap bulan Lo memang harus menanggung tagihan dari apotek. Jumlahnya bisa mencapai belasan juta rupiah. Tapi, dia merasa tak pernah kekurangan. Selalu ada saja tangan yang terulur siap membantu. ”Nggak tahu, pokoknya tiap bulan ada saja yang mengirim uang. Ada yang anonim, ada pula yang saya kenal,” katanya.  

Para donatur itu adalah kawan, kenalan, atau bekas pasien yang kini sangat berkecukupan secara ekonomi. Donasi dari mereka itulah yang lantas dimanfaatkan Lo untuk menyubsidi pasien-pasiennya. 

Bagi Lo, menjaga kesinambungan subsidi untuk para pasien tak mampu tersebut sangat krusial. Sebab, dia sadar, biaya kesehatan di Indonesia sangat mahal. Karena itu pula, sebisanya dia tidak pernah absen praktik.

Bahkan, dalam kondisi genting sekalipun. Saat Solo dilanda kerusuhan rasial pada Mei 1998, misalnya, Lo tetap berpraktik. ”Kasihan (para pasien), lha wis adoh-adoh teko,” katanya.    

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News