Dokter Pasien

Oleh: Dahlan Iskan

Dokter Pasien
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Selesai menelepon, Gregory tengkurap di lantai. Ia menunggu polisi datang untuk menangkapnya.

Di pengadilan Gregory mengaku hanya ingin bikin sensasi. Agar menarik perhatian. Ia mengaku tidak punya niat membunuh.

Apa yang ia harapkan dari sensasinya itu?

"Agar dokter ikut merasakan penderitaan orang yang sakit tulang belakang," katanya kepada hakim. Tujuan akhir Gregory: agar dokter mau terus memberikan resep narkotika kepada penderita sakit tulang belakang.

"Menjadi tua itu sakit sekali. Apalagi punya masalah di tulang belakang," ujar  Gregory.

Saya bisa merasakan sakitnya Gregory. Saya pernah kecetit seperti itu. Lebih 40 tahun lalu. Ketika saya masih bisa bekerja 18 jam sehari. Demi memajukan media yang Anda sudah tahu itu.

Saya terkena masalah jam 4 pagi. Ketika baru saja bangun tidur di lantai ruang kerja –mulai tidur jam 02.00 bangun jam 04.00. Saya langsung ke meja komputer. Saya ingin menyalakan stavolt di bawah meja. Saya raih tombol itu. Dengan membengkokkan punggung.

Dor! Saya menjerit. Sakit sekali. Saya tidak bisa berdiri. Setengah jam saya menangis. Seorang diri. Di ruang kerja kantor yang sudah sepi.

Kejadian di Tusla ini hanya seminggu setelah penembakan massal di Uvalde, Texas: 19 siswa SD tewas oleh remaja bersenjata, Salvador Ramos. Ditambah dua guru.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News