Dokter Spesialis Enggan di Daerah Pedalaman, Bukan Sekadar soal Insentif

Dokter Spesialis Enggan di Daerah Pedalaman, Bukan Sekadar soal Insentif
Dokter. ILUSTRASI. Foto: Pixabay.com

Menurutnya, ada banyak risiko yang diterima setiap dokter bila memaksakan bekerja tidak disertai peralatan medis yang memadai. Selain karena dapat berakibat pengobatan pasien yang tidak baik, nyawa seorang pasien juga menjadi taruhannya.

“Masalahnya (dokter spesialis menumpuk di kota) karena infrastruktur dan peralatan rumah sakit,” jelasnya.

Terpisah, dokter spesialis forensik di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie (RSUD AWS) Samarinda dr Daniel Umar, SpF mengakui, sebaran dokter di Kaltim masih banyak terpusat di perkotaan seperti di Samarinda, Balikpapan, dan Bontang.

Dia memberikan catatan bahwa keterbatasan infrastruktur di daerah jadi pertimbangan banyak dokter. Selain itu, rendahnya tingkat kesejahteraan yang diterima dokter spesialis menjadi kendala tersendiri di balik belum terdistribusinya dokter di setiap daerah.

“Kalau di kota mereka bisa membuka praktik. Pertimbangannya juga, kalau hidup di kota tentu jauh lebih sejahtera dibandingkan harus bekerja di daerah pedalaman,” sebut dia.

Dikatakan, pemerataan dokter di seluruh Indonesia sebenarnya sudah diprogramkan pemerintah pusat. Namun, belum berjalan di semua daerah termasuk Kaltim.

“Mungkin juga karena masih kekurangan dokter. Khususnya dokter spesialis itu masih sangat kurang. Sehingga masih ada daerah yang belum punya dokter spesialis,” tuturnya.

Di Indonesia dan bahkan di Kaltim diakuinya sudah banyak daerah yang menawarkan insentif tinggi bagi dokter spesialis. Namun kebanyakan dari lulusan dokter spesialis tersentral di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Jogjakarta, dan Makassar.

Perkotaan dinilai lebih menggiurkan bagi dokter spesialis, dibanding di daerah pedalaman yang masih minim fasilitas.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News