Dokter Stefanus Meninggal karena Bekerja 5 Hari Nonstop? Ternyata…
”Sebab, tanggal 24 itu hanya satu pasien di ICU. Dilanjutkan dengan operasi pada tanggal 25,” jelasnya saat dihubungi Jawa Pos.
Menurut Wahju, sapaannya, sebagai dokter anestesi, menangani satu pasien yang dirawat di ICU dan satu operasi tidak termasuk berat.
Sebab, dokter masih punya waktu untuk istirahat. ”Biasanya itu malah menangani lebih dari sepuluh pasien,” sebutnya.
Posisi Stefanus di RS Pondok Indah Bintaro Jaya juga bukan sedang belajar. Dia memang bekerja di tempat tersebut. ”Jadi, tidak ada kaitannya dengan senior-junior maupun dia yang sedang belajar,” tegasnya.
Karena itu, Wahju pun menganggap yang terjadi pada Stefanus tidak dipengaruhi faktor eksternal. ”Saya tidak berani berpendapat apa memang dokter Stefanus memiliki penyakit jantung,” katanya.
Sekjen PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Moh. Adib Khumaidi menerangkan, setiap momen liburan, dokter yang masih junior umumnya memang meng-cover pekerjaan para seniornya yang sedang libur. ”Kondisi ini umumnya selalu ada,” ucap dia.
Menurut Adib, keberadaan dokter anestesi di sebuah rumah sakit itu sangat dibutuhkan. Apalagi di rumah sakit yang besar.
Namun, dia mengatakan, rumah sakit pasti sudah menyiapkan tempat istirahat bagi para dokter spesialis, khususnya anestesi.
Meninggalnya dr Stefanus Taofik SpAn, dokter spesialis anestesi, dikaitkan dengan beban kerja yang terlalu tinggi (overworked). Benarkah demikian?
- Berita Duka, Dokter Tommy Sunartomo Meninggal Akibat Covid-19
- Berita Duka: Dokter Syukriati Meninggal Dunia, Wali Kota Merasa Sangat Kehilangan
- Dokter Patrianev Darwis: Dia Syahid, tetapi Sebenarnya Bisa Dicegah
- Kepakaran yang Hilang Bersama dengan Korban COVID di Indonesia
- 401 Dokter Meninggal Akibat Covid-19, Mohon Semua Tertib Protokol Kesehatan
- 39 Dokter Gigi Meninggal setelah Terpapar Covid-19, Perlu Ada Sistem Zonasi