Dolar Naik, Pengembang Kelas Atas Panik
jpnn.com - JEBLOKNYA nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menghantam sendi-sendi perekonomian di Indonesia, tak terkecuali sektor perumahan. Saat ini para pengembang terutama kelas menengah ke atas memilih wait and see.
Sedangkan pengembang kelas menengah ke bawah, tetap membangun karena efek dolar ke rumah murah tidak terasa. Bagaimana keadaan sektor properti di Indonesia, berikut wawancara wartawan JPNN.com Mesya Mohammad dengan Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Syarif Burhanuddin, Rabu (26/8).
Sejak awal tahun nilai tukar rupiah terhadap Dolar terus melemah. Bahkan bulan ini terpuruk di angka Rp 14 ribuan, bagaimana pengaruhnya terhadap sektor properti (perumahan)?
Melemahnya Rupiah terhadap Dolar memang ada dampaknya bagi properti, khususnya properti yang mengandalkan impor. Sebab harga mengalami kenaikan, sementara daya beli masyarakat menurun. Informasi yang saya dapat, para pengembang khususnya menengah ke atas mengalami penurunan penjualan yang signifikan. Untuk rumah di bawah Rp 5 miliar, penurunannya 30 sampai 40 persen. Sedangkan rumah kelas atas (di atas Rp 5 miliar) penjualannya merosot hingga 50 persen. Ini memang mengkhawatirkan, karena pengusaha menengah atas mengalami kerugian yang cukup besar karena harus menutupi biaya pembangunan rumah yang besar.
Bagaimana dengan pengembang menengah ke bawah?
Kalau pengembang menengah ke bawah yang rata-rata membangun rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) justru tidak terkena dampak ini. Lantaran mereka menggunakan content bahan lokal seperti semen, besi, tukang, kayu, dan lain-lain semuanya produk lokal. Bahkan penguatan Dolar berimbas pada menurunnya harga content lokal. Anda lihat sendiri kan, saat ini semen dan besi yang merupakan bahan utama rumah harganya malah drop. Belum lagi untuk biaya tukang. Pengembang tidak membayar tukang dengan Dolar kan.
Berarti harga rumah murah tidak akan naik?
Ya betul, harga rumah murah tidak akan naik. Pemerintah berupaya menjaga stabilnya harga rumah murah. Selain itu pemerintah memberikan intervensi untuk suku bunga kredit di kisaran lima sampai 10 persen. Kami juga memberikan kelonggaran untuk cicilan KPR dari 15 tahun menjadi 20 tahun.