Domba Hitam
Oleh Dahlan Iskan
Logika umum di Sri Lanka memang begitu. Tidak mungkin gereja dibom oleh orang Islam. Hubungan Islam-Kristen di Sri Lanka sangat mesra. Mungkin merasa sesama minoritas. Islam hanya 9 persen di Sri Lanka. Kristen 8 persen.
Kalau toh kadang ada kekerasan adalah antara Buddha (70 persen) dan Islam. Atau dengan Hindu (15 persen). Atau kekerasan di antara aliran politik di internal kekuasaan.
Barat memang terus memonitor gerakan ekstremis. Apalagi setelah ISIS dinyatakan kalah total di Syiria.
Kota-kota yang dikuasai ISIS sudah ditaklukkan. Para pejuang ISIS tidak punya basis lagi. Meninggalkan Syiria. Menyebar ke mana-mana.
Ada yang kembali pulang ke negara asal masing-masing. Ada yang mencari sasaran lain untuk meluapkan kekecewaan. Menyasar mana saja. Tentu mereka memilih yang banyak konflik di dalam negerinya. Bisa mendompleng kekacauan di situ.
Salah satunya adalah Sri Lanka. Yang pemimpin politiknya baru saja saling sikut. Saling gusur. Saling merebut kekuasaan. Saling menduduki parlemen.
Polisi akhirnya menemukan. Terlambat. Yang mengebom enam gereja dan hotel di Colombo itu adalah Jamaah Tauhid Nasional. Jaringan ISIS di Sri Lanka. Yang latihan fisik mereka di gym di Colombo. Atau dengan cara main sepak bola bersama tim lokal.
Lokasi persiapannya pun diketahui: di Ampara Saithamaruthu. Tidak jauh dari kota Batticaloa. Yakni kota terpenting di pantai timur Sri Lanka. Yang di zaman dulu pernah jadi ibu kota negara.