Dor, Pancasila
Oleh: Dhimam Abror Djuraid
Demokrasi hanya formalitas, demokrasi prosedural tanpa ada kebebasan, illiberal democracy. Pemilu hanya formalitas yang hasilnya sudah di-setting sesuai kepentingan kekuasaan.
Dibutuhkan pemerintahan yang kuat untuk menjamin pembangunan yang berkelanjutan. Itulah ’’Hipotesa Lee’’ dari Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew, yang kemudian melahirkan mazhab ’’Developmentalism’’ di Singapura.
Di Indonesia, Soeharto menerapkan hal yang sama. Maka, lahirlah mazhab ’’Pembangunanisme’’. Joko Widodo mengadopsinya menjadi ’’Neo-Pembangunanisme’’.
Mazhab tersebut memprioritaskan pembangunan fisik dan ekonomi dengan menomorduakan pembangunan politik dan demokrasi. Legitimasi utama rezim adalah pembangunan infrastruktut dan keberhasilan ekonomi.
Di Singapura, mazhab itu berjalan baik karena pembangunan ekonomi berjalan berkelanjutan sampai sekarang. Rezim Soeharto ambruk karena krisis moneter 1998 menghancurkan legitimasi ekonomi yang menjadi andalan utama.
Rezim Orde Baru Soeharto lahir sebagai koreksi terhadap rezim Orde Lama Sukarno yang dianggap melenceng dari rel Pancasila.
Sungguh ironis, Sukarno yang menggali dan meramu Pancasila pada sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) 1 Juni 1945, harus terguling karena dianggap menyelewengkan Pancasila.
Sukarno menginterpretasikan Pancasila sesuai interest politiknya. Kemudian, lahirlah Demokrasi Terpimpin atas nama Pancasila meniadakan kekuatan oposisi.
Pancasila lahir dari perdebatan dan pergulatan pemikiran founding fathers yang berargumentasi secara ilmiah memakai referensi luas dari pemikir-pemikir dunia.
- Kumpul Bareng Komunitas Tionghoa di PIK, Ridwan Kamil Gaungkan Toleransi
- Ahmad Muzani Ungkap Cerita Prabowo Terbitkan PP 47 Hapus Utang Rakyat: Amanat Pancasila
- Presiden Prabowo dan Tantangan Aktualisasi Pancasila
- Dilantik Jadi Presiden, Prabowo Sampaikan Terima Kasih kepada Soeharto hingga Megawati
- Kemanusiaan yang Adil dan Beradab jadi Landasan Egi-Syaiful Membangun Lamsel
- Bamsoet: Prabowo Menyambut Baik Keputusan MPR Terkait Bung Karno, Soeharto, dan Gus Dur