DPD Minta 7 Pemerintah di Kawasan Danau Toba Ikut Anggarkan Pemeliharaan Kualitas Air
Kepala Bidang Penataan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup Pemprov Sumut Rismawaty mengatakan, dari hasil inventarisasi mereka ada tiga sumber pencemaran air di Danau Toba yakni perikanan, peternakan dan kegiatan rumah tangga atau limbah cair domestik. Dia mengatakan, Pemprov Sumut sudah menetapkan daya tampung perairan Danau Toba pada 2017 terhadap kegiatan KJA yaitu 10 ribu ton per tahun. Serta melakukan penetapan status trofik perairan Danau Toba, yaitu oligotropik.
“Oligotropik merupakan kelas tertinggi mutu air perairan danau Toba yaitu miskin unsur hara dan dijadikan sebagai peruntukannya sebagai air baku, air minum,” katanya. Menurut dia, penetapan KJA 10 ribu ton per tahun secara bertahap sudah kelihatan. Dia menjelaskan, penurunannya memang sudah terjadi secara signifikan. Yakni dari 83 ribu menjadi 46 ribu ton per tahun. “Diharapkan di 2023 secara bertahap nanti tercapai 10 ribu ton ikan per tahun,” jelasnya.
Dia mengatakan, Pemprov Sumut sudah menerbitkan pelarangan izin baru KJA. Menurut dia, melalui surat kepala DLH Sumut sudah menyampaikan kepada tujuh bupati di kawasan Danau Toba untuk melarang penerbitan izin baru KJA. “Karena memang kuotanya itu sudah tidak mencukupi lagi,” katanya.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Lukmi Purwandari mengatakan sejak 2016 KLHK bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan DLH Provinsi Sumut, serta beberapa pakar melakukan kajian terhadap kualitas air Danau Toba. “Pada 2016 itu disimpulkan bahwa kualitas air Danau Toba memang perlu diperbaiki, artinya ditingkatkan kualitasnya,” kata Lukmi di kesempatan itu.
Berdasar hasil kajian, kata dia, KLHK pada 2017 menyurati gubernur Sumut untuk segera menetapkan status trofik, daya dukung dan daya tampung beban pencemaran Danau Toba. KLHK juga meminta diterbitkan peraturan gubernur untuk mengatur hal tersebut. Dia menjelaskan, status trofik itu terkait kecerahan kualitas air, sementara daya tampung beban pencemaran dilihat dengan parameter fosfor.
“Kontributor yang terbesar untuk fosfor ini adalah ternyata dari kegiatan limbah domestik itu sekitar 22 persen, satu lagi dari kegiatan perikanan 78 persen,” katanya.
Dia menjelaskan, pada 2015 produksi ikan dari KJA masyarakat maupun perusahaan di Danau Toba mencapai 83.861 ton per tahun. Pada 2016, turun menjadi 62.023 ton per tahun. Lantas pada 2017 data 46.861 ton per tahun. “Padahal, supaya kualitas airnya memenuhi kualitas oligotropik harus 10.000 ton ikan per tahun. Jadi, masih kurang banyak, tetapi itu kan 2017, sedangkan 2019 kami belum punya data,” katanya.
Menurut Lukmi, ke depan harus ditegaskan pembagian penurunan produksi ikan di Danau Toba di sejumlah kabupaten. Dia menegaskan bahwa penurunan harus dilakukan secara bertahap. “Ini sebenarnya sudah ada kesepakatannya, tinggal pelaksanaannya saja saya kira perlu ditegaskan lagi,” paparnya.
Dari hasil inventarisasi Pemprov Sumut, ada tiga sumber pencemaran air di Danau Toba yakni perikanan, peternakan dan kegiatan rumah tangga.
- Efek Aquabike Championship 2024 Penumpang Ferry di Danau Toba Melonjak 12,7%
- Kepala Daerah Hasil Pilkada 2024 di Kawasan Danau Toba Harus Mampu Kembangkan Pariwisata dan Pertanian
- Film 'Tulang Belulang Tulang' Siap Tayang di Bioskop
- Sediakan Transportasi Gratis bagi Atlet, Kadishub: PON XXI Harus Dongkrak Pariwisata Sumut
- Katolik Kristen
- AirAsia Move Mega Sale Bagikan 4 Rekomendasi Destinasi Termegah di Asia Tenggara