DPR Dianggap Keliru Posisikan Peran Media

DPR Dianggap Keliru Posisikan Peran Media
DPR Dianggap Keliru Posisikan Peran Media
JAKARTA - Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Ronald Rofiandry menilai wacana pegaturan peliputan awak media di DPR dinilai keliru. Menurutnya, wartawan tidak perlu dibuatkan khusus tata tertib (Tatib) peliputan karena sudah ada Undang-undang No 40/1999 tentang Pers dan kode etik yang mengatur secara khusus kerja jurnalis.

"Tidak perlu difasilitasi dengan sebuah aturan yang melindunginya. Atau seperti keharusan menyatakan jumlah pendapat, relatif tidak ada kaitannya dengan optimalisasi dukungan media terhadap DPR. Bahkan jika wartawan atau media secara nyata melanggar, wartawan atau media itu sendiri yang akan rugi, bahkan terkucilkan," katanya Ronald kepada JPNN di Jakarta, Minggu (19/2).

Ronald menjelaskan ide memunculkan Tatib peliputan  di lingkungan DPR tidak terlepas dari cara pandang DPR sendiri memposisikan para awak media, atau media terhadap kebutuhan mempublikasikan atau menyebarluaskan pemikiran dan kinerja DPR sendiri. Namun, dengan ada tatib itu, DPR berpotensi membatasi akses informasi bagi media.

Menurut Ronald, wacana tatib peliputan ini sebenarnya sudah muncul sejak Juli 2010. Saat beberapa orang Anggota DPR merespon negatif pemberitaan tentang absensi atau tingkat kehadiran Anggota DPR pada rapat paripurna.

JAKARTA - Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Ronald Rofiandry menilai wacana pegaturan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News