DPR: Jangan Mengabaikan Keselamatan Angkutan Penyeberangan
jpnn.com, JAKARTA - Komisi V DPR RI menyesalkan berulangnya musibah kapal tenggelam dalam penyelenggaraan mudik tahun 2018. Komisi yang membidangi transportasi ini meminta pemerintah dan pemerintah daerah sebagai regulator tidak lagi membiarkan operator melakukan pelanggaran aturan pelayaran.
“Kami sangat menyesalkan musibah beruntun ini. Tenggelamnya Kapal Motor (KM) Arista tenggelam di perairan Makassar, Selat Gusung, Sulawesi Selatan, pada Rabu siang (13/6) dan KM Sinar Bangun di Danau Toba pada Senin (18/6) menunjukkan adanya pelanggaran aturan pelayaran seperti kelebihan muatan, berlayar dalam cuaca buruk hingga tidak memiliki manifes penumpang,” kata Wakil Ketua Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo dalam keterangan pernya, Kamis (21/6).
Menurut Sigit, jika aturan pelayaran seperti tertuang dalam UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, PP Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan Perairan dan PM No. 104 Tahun 2017 tentang Angkutan Penyeberangan, kecelakaan ini bisa dihindari. UU Pelayaran dan aturan dibawahnya seperti pasal 61 ayat (3) PP No.20 tahun 2010 tentang angkutan perairan yang mewajibkan terpenuhi persayaratan kelaiklautan sebagai persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan harus dilaksanakan tanpa kecuali.
Lebih lanjut, Sigir mengatakan sesuai dengan UU Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, pemerintah memiliki kewajiban untuk melakukan pengaturan, pengendalian dan pengawasan dalam penetuan standar, norma, pedoman, perencanaan dan prosedur persyaratan dan keamanan pelayaran.
Namun, kata Sigir, amanat pasal 5 UU No.17/2008 tersebut belum sepenuhnya dijalankan oleh pemerintah. Pengawasan dalam kelaikan angkutan laut masih rendah, sehingga kerap terjadi kecelakaan kapal karena kelebihan muatan. Demikian juga dengan keselamatan pelayaran. Kerap kali, kapal yang melayani penyeberangan tidak dilengkapi dengan peralatan keselamatan yang memadai.
Sigit juga meminta pemerintah memberikan sanksi tegas pihak-pihak yang lalai sehingga menyebabkan kecelakaan kapal sebagaimana diamanatkan dalam UU Pelayaran. Sesuai dengan pasal 303 UU Pelayaran, setiap orang yang mengoperasikan kapal dan pelabuhan tanpa memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim sebagaimana dimaksud dalam pasal 122 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Dan, jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian harta benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).(fri/jpnn)
Komisi V DPR RI menyesalkan berulangnya musibah kapal tenggelam dalam penyelenggaraan mudik tahun 2018. Kasus terakhir KM Sinar Bangun tenggelam di Danau Toba.
Redaktur & Reporter : Friederich
- Cucun Hadiri Kolaborasi Medsos DPR RI dengan Masyarakat Digital di Lembang
- SHP Pemprov Bali Belum Dicoret dari Daftar Aset, Wayan Sudirta DPR Minta Penjabat Gubernur Taati Hukum
- Melly Goeslaw: Revisi UU Hak Cipta Solusi Hadapi Kemajuan Platform Digital
- Komisi III DPR Menghadapi Dilema dalam Memilih Pimpinan dan Dewas KPK, Apa Itu?
- Komisi XI DPR RI Desak Apple Bertanggung Jawab Atas Ketimpangan Pendapatan dan Investasi di Indonesia
- Problematika Penanganan Perkara Judi Online