DPR Minta FTA Indonesia-China Ditunda
Kamis, 10 Desember 2009 – 18:41 WIB
Sementara itu, pengamat ekonomi Faisal Basri, dalam beberapa kesempatan seminar tentang FTA, juga menyatakan bahwa kerjasama itu tidak bisa asal diterapkan. Menurutnya, ada prasyarat bahwa negara harus memberikan perlindungan bagi masyarakatnya, termasuk untuk industri dan pelaku usaha. Apalagi ini terkait perdagangan di dalam negeri dan antar negara seperti di ASEAN, serta kaitannya juga dengan China.
Pembukaan kesepakatan perdagangan bebas ini, menurut Faisal pula, merupakan malapetaka bagi Indonesia. "Kerjasama perdagangan harus didasarkan pada berbagai fasilitas dan teknologi yang sama. Bila berbagai perangkat tersebut tidak setara, maka akan ada dominasi perdagangan. Dalam hal ini, China memiliki transportasi dan fasilitas yang mumpuni, sementara Indonesia masih sangat jauh tertinggal. Sebab itu, kebijakan FTA ini hanya akan menjadi ajang kolonisasi China di pasar Indonesia," paparnya.
Sejauh ini, sedikitnya 10 sektor manufaktur di dalam negeri disebutkan telah menolak rencana implementasi pasar bebas dalam kerangka AFTA dan ASEAN-China Free Trade Agreement (AC-FTA), yang akan berlaku pada 1 Januari 2010 itu. Ke-10 sektor tersebut adalah dari industri besi dan baja, petrokimia, benang dan kain, hortikultura, makanan-minuman, alas kaki, elektronik, kabel, serat sintetis, serta mainan. Ke-10 sektor tersebut bahkan telah mengirimkan surat resmi ke DPR, yang sebagian besar berisi keberatan atas implementasi liberalisasi pasar dengan alasan tidak siap menghadapi banjir produk impor.
Sementara, pada pembicaraan persiapan Kongres PII di Manado pada 7-8 Desember 2009, Wakil Presiden Boediono mengatakan bahwa tetap perlu dicari peluang untuk melakukan negosiasi ulang untuk menunda pemberlakukan kesepakatan tersebut. Boediono melihat bahwa terdapat pasal dalam AC-FTA yang dapat digunakan untuk melakukan negosiasi ulang, serta itu bisa saja dijajaki jika memang ada peluang.
JAKARTA - Komisi VI DPR RI meminta agar pemerintah melakukan renegoisasi terkait perjanjian kerjasama FTA ASEAN-China dan AFTA, sekaligus menunda
BERITA TERKAIT
- Sertifikasi Halal Lindungi UMK dari Serbuan Produk Luar Negeri
- Kebijakan Perdagangan Karbon Indonesia di COP 29 Dinilai Bermasalah
- Bea Cukai Parepare Musnahkan Barang Ilegal Senilai Lebih Rp 2,25 Miliar, Terbanyak Rokok
- Anindya Bakrie: Kita Harus Dorong Investasi Asing yang Ciptakan Lapangan Kerja
- AS Optimistis Kembangkan Kerja Sama Ekonomi dengan Pemerintahan Baru
- Tali Qrope dan Selang Spring Hose Jadi Sorotan di INAMARINE 2024