DPR: Pemerintah Wajib Melindungi Penyandang Disabilitas
jpnn.com, JAKARTA - Dalam rapat pembahasan RUU Cipta Kerja yang memasuki soal perizinan bangunan gedung berbagai ketentuan dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung dihapus. Termasuk menghapus pasal 27 dan pasal 31 UU No 28 Tahun 2002 yang secara khusus memberikan kewajiban aksesibilitas bagi penyandang disabilitas dan lansia.
Anggota Baleg Ledia Hanifa Amaliah segera mengingatkan komitmen perlindungan Pemerintah kepada para Penyandang Disabilitas.
“Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas, pemerintah wajib menyediakan aksesibilitas bagi para penyandang disabilitas di antaranya dengan menyediakan sarana prasarana termasuk bangunan gedung yang ramah disabilitas. Ketika amanah dalam undang-undang ini mewajibkan aksesibilitas tetapi dalam omnibus law hal ini malah dihapuskan kami sangat khawatir hal ini bisa menghambat upaya perwujudan kesetaraan hak bagi para penyandang disabilitas,” kata mantan ketua Panja RUU Disabilitas tahun 2014 ini.
Pasal 25 dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja memang mengubah beberapa ketentuan terkait prasyarat mendapat izin dan sertifikat laik fungsi sebelum mendirikan bangunan dan gedung, termasuk. Di antaranya menghapus pasal 27 dan pasal 31 UU No 28 Tahun 2002 yang secara khusus memberikan kewajiban aksesibilitas bagi penyandang disabilitas dan lansia.
Semua ketentuan berupa Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) ini kemudian dijanjikan akan dimuat di dalam Peraturan Pemerintah. Bahkan berbagai proses ini akan dipercepat pula lewat jalan kemudahan pengurusan secara online.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Fraksi PKS ini kembali mengingatkan. “Dengan adanya ketentuan definitif dalam undang-undang saja kita masih sering menemukan kelolosan banyak bangunan yang tidak sesuai prasyarat UU No 28 Tahun 2002. Apalagi kalau tidak tertera di dalam undang-undang, tentu semakin tidak ada rasa keharusan memenuhi ketentuan sebelum mengajukan permohonan perizinan dan sertifikat laik fungsi ini.”
Ledia kemudian memberi contoh langsung pada Gedung DPR/MPR RI. Menurutnya, gedung DPR ini misalnya, saat dirinya membahas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas sekitar tahun 2015, bertanya tentang apakah Gedung DPR ini memiliki sertifikat laik fungsi?
“Dijawab secara tegas oleh orang PU ada, tetapi pada kenyataannya Gedung DPRI RI ini kan tidak ramah disabilitas, juga lansia. Bahkan toilet yang ada tidak bisa dimasuki pengguna kursi roda. Jadi di mana letak laik fungsinya sementara ada syarat yang tidak terpenuhi yaitu syarat aksesibilitas yang padahal tercantum dalam undang-undang? Sampai akhirnya baru dalam satu dua tahun terakhir mulai direnovasi, dibuat sarana-sarana yang akan mengakomodir aksesibilitas tersebut, dibuat ramp dan saat ini tengah dibuat eskalator.”
Pemerintah wajib menyediakan aksesibilitas bagi para penyandang disabilitas di antaranya dengan menyediakan sarana prasarana termasuk bangunan gedung yang ramah disabilitas.
- Cucun Hadiri Kolaborasi Medsos DPR RI dengan Masyarakat Digital di Lembang
- SHP Pemprov Bali Belum Dicoret dari Daftar Aset, Wayan Sudirta DPR Minta Penjabat Gubernur Taati Hukum
- Peduli Atlet Disabilitas, ASABRI Dukung Turnamen Menembak Pusrehab Kemhan
- Melly Goeslaw: Revisi UU Hak Cipta Solusi Hadapi Kemajuan Platform Digital
- Komisi III DPR Menghadapi Dilema dalam Memilih Pimpinan dan Dewas KPK, Apa Itu?
- Mensos Temukan 1 Keluarga Penyandang Disabilitas di Surabaya Tak Terima PKH