DPR Tak Berani Makzulkan Presiden
Kamis, 08 Maret 2012 – 14:03 WIB
“Kenapa meningkatnya kenaikan penggunaan BBM tidak dibenahi dengan kebijakan yang benar seperti membenahi trasnportasi umum dan infrakstrukur? Jangan salahkan rakyat jika kemudian memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi yang memakan banyak BBM karena tidak ada kendaraan umum yang memadai dan jalanan yang super macet," ujarnya.
"Pemerintah cenderung tidak melakukan apa-apa,” sambung Yudi.
Ia mengatakan, Indonesia kaya akan sumber energi non BBM seperti panas bumi, panas matahari, maupun energi nabati. Namun sayangnya potensi itu tidak pernah dimanfaatkan secara serius untuk menjadi program pemerintah. Dulu jelas Yudi ada program penanaman pohon jarak untuk keperluan BBM nabati, tapi tidak diteruskan.
Indonesia juga negara yang memiliki energi panas bumi terbesar di dunia, tapi tidak digunakan. Matahari pun bersinar sepanjang tahun, juga tidak digunakan. “Paling tidak kebijakan energi alternative itu harus jelas,” tegasnya.
Menaikan BBM dan meminta rakyat berkorban atas ketidakberesan manageman pemerintahan menurut Yudi juga tidak bisa diterima. Masih banyak cara yang ditempuh untuk mengefisienkan pemerintahan dan anggaran. Kebocoran anggaran mulai dari penerimanaan, proses dan penggunaan anggaran sebenarnya bisa dikurangi jika mau.
"Pemerintahan yang managemennya amburadul dan tidak punya komitmen untuk kepentingan rakyat,” tegasnya.
JAKARTA -- Pengamat politik dari Reform Institute, Yudi Latief, mengatakan bukan hanya masalah BBM presiden bisa di impeach atau dimakzulkan. Menurutnya,
BERITA TERKAIT
- Polisi Tangkap Pelaku Pembubaran Paksa Diskusi Diaspora di Hotel Grand Kemang
- Sekelompok Orang Bubarkan Diskusi, Din Syamsuddin: Refleksi dari Kejahatan Demokrasi
- Polisi Tetapkan 2 Tersangka Terkait Aksi Pembubaran Diskusi di Kemang
- Delegasi BKSAP DPR dan Parlemen Argentina Lakukan Pertemuan di Buenos Aires
- Biro Pemberitaan Parlemen Raih IDeaward 2024 Berkat Inovasi Lomba Konten Aspirasi
- Immanuel Ebenezer: Perusuh Diskusi FTA Harus Diseret ke Pengadilan