DPRD Pede Minta Uang APBD
Jumat, 25 Juli 2008 – 16:57 WIB
JAKARTA - Barangkali kasus di Medan ini juga biasa terjadi di daerah lain saat masih berlaku UU No.22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. DPRD berani dan biasa minta uang ke pemda setempat karena merasa posisinya lebih kuat. Apa yang biasa terjadi di Medan diungkapkan Wakil Walikota Medan Ramli saat dihadirkan sebagai saksi dengan terdakwa Walikota Medan Abdillah di pengadilan tipikor, Jumat (25/7). Menurut Ramli, saat dirinya masih menjadi Sekda Pemko Medan, pimpinan dan anggota DPRD Medan sangat sering minta bantuan dana ke Pemko Medan. Para wakil rakyat itu tak segan-segan datang ke ruang dinas Abdillah maupun ke ruang dinas Ramli. Mereka cukup percaya diri (pede), karena merasa posisi legislatif lebih kuat dibanding eksekutif, sebagaimana diatur di Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Ini merupakan UU lama, sebelum akhirnya diganti dengan UU No.32 Tahun 2004. Ramli hanya dimintai keterangan seputar aliran dana APBD dari kas Bagian Umum. Masalah pengadaan mobil pemadam kebakaran sudah dijelaskan Ramli dalam kesaksiannya pada sidang Rabu (23/7) lalu. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Muhibuddin bertanya, apakah pemberian bantuan ke DPRD itu agar mereka tak mengusik APBD dan Lpj? Ramli dengan enteng menjawab," Kenyataannya seperti itu. Ini bagian dari kesepakatan lisan dengan pimpinan DPRD agar Lpj tak diotak-atik." Dia juga membenarkan konfirmasi Muhibuddin, faktanya selama ini DPRD tak pernah menolak Lpj Walikota Medan.
"Dalam kurun waktu tahun 2003 dan 2004, DPRD cukup intensif datang ke ruang Walikota dan ruang saya, karena merasa kedudukan mereka lebih tinggi dibanding eksekutif berdasar UU 22 Tahun 1999," terang Ramli, yang kemarin dimintai keterangan sekitar dua jam. Sidang ini menyangkut perkara korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran dan APBD Kota Medan 2002-2006. Dalam kasus ini, Abdillah dan Ramli menjadi terdakwa. Hanya saja, kemarin Ramli menjadi saksi sidang terdakwa Abdillah.
Baca Juga:
Lebih lanjut Ramli menjelaskan, dana yang diberikan ke pimpinan dan anggota DPRD untuk berbagai keperluan. Antara lain, dalam rangka pembahasan APBD, juga untuk memperlancar laporan pertanggungjawaban (Lpj) kepala daerah mengenai pelaksanaan pemerintahan setiap tahunnya. Khusus untuk kepentingan pembahasan APBD dan Lpj itu, penyerahan uang tak pernah menggunakan kwitansi.
Repotnya lagi, para pimpinan DPRD periode 1999-2004 saat itu adalah juga pimpinan pengurus partai di Medan. Ada kalanya, permintaan dana yang diajukan ke Pemko Medan untuk kepentingan partai. "Pak Syahdan Ketua Golkar, Tom Adlin Ketua PDI Perjuangan, dan Yunus Rasyid Ketua PPP. Kapasitas mereka sebagai ketua parpol," ujar Ramli.
Baca Juga:
Namun demikian, lanjut Ramli, tak semua bantuan yang disalurkan ke instansi lain merupakan bantuan yang tidak ada alokasinya di APBD. Ramli menyebutkan, bantuan yang diberikan ke instansi vertikal seperti Kapoltabes, Komandan Kodim, dan Danlanud TNI AU merupakan bantuan yang sah. Alasannya, di APBD memang dianggarkan dana untuk pengamanan kota. "Memang tidak spesifik disebutkan untuk Kapoltabes, Dandim, dan lain-lain," ujar Ramli, yang sewaktu menjadi sekda merupakan Ketua Tim Anggaran Pemko Medan.
JAKARTA - Barangkali kasus di Medan ini juga biasa terjadi di daerah lain saat masih berlaku UU No.22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. DPRD
BERITA TERKAIT
- Janji Kaesang kepada Rakyat Papua Barat Daya: ARUS Jaga Amanah dan Tidak Korupsi
- Dewan Da'wah Jakarta Menyatakan Dukungan kepada Kandidat Ridwan Kamil-Suswono
- Dita PKB: Masih Ada Pilihan Selain Menaikkan PPN Demi Menggenjot APBN
- Anies Dukung Pramono-Rano, Tokoh Betawi Yakin Anak Abah Tak Mengikuti
- Elektabilitas Toni Uloli-Marten Taha Makin Moncer di Pilgub Gorontalo versi TBRC
- Menag Sebut 500 Kasus Perceraian Karena Beda Pilihan, Dede Yusuf Tanggapi Begini