Dradjat Wibowo soal Kebijakan Relaksasi Impor: Ini Masalah yang Dilematis
“Saya kira bea masuk antidumping bisa dilakukan untuk komoditi dengan kode HS tertentu. Apakah ada solusi teknis terhadap backlog di pelabuhan. Apakah solusi agar industri domestik lebih bersaing dan tidak hanya mengharapkan proteksi berlebihan,” terang ekonom senior INDEF itu.
Drajad berpendapat membongkar ekonomi biaya tinggi dalam proses industri akan lebih besar manfaatnya dalam jangka menengah dan panjang ketimbang buka tutup relaksasi dan restriksi impor.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan kontraksi purchasing manager's index (PMI) terjadi karena dipengaruhi penurunan bersamaan pada output dan pesanan baru.
Menurutnya, kontraksi baru pertama kali terjadi sejak Agustus 2021 atau setelah 34 bulan berturut-turut terus ekspansi.
Penyebab utamanya permintaan pasar yang menurun.
Laporan terbaru S&P Global memperlihatkan PMI manufaktur Indonesia pada Juli 2024 turun ke level 49,3 atau terkontraksi dibandingkan Juni 2024 sebesar 50,7.
Posisi ini menunjukkan kontraksi pertama kalinya sejak Agustus 2021 atau setelah 34 bulan berturut-turut ekspansi.
Menperin Agus mengaku tidak kaget dengan turunnya PMI manufaktur Indonesia sejak kebijakan relaksasi impor diberlakukan.
Ekonom senior Dradjat Wibowo menyoroti kebijakan relaksasi impor yang membuat pelaku usaha di dalam negeri sulit bersaing
- Kinerja Ekonomi Nasional Tangguh, Inflasi Terkendali & PMI Manufaktur Ekspansif Lagi
- Sepanjang 2024, Surveyor Indonesia Verifikasi 43 Komoditas Barang Impor
- Volume Peti Kemas di JICT 2024 Tembus 2,2 Juta TEUs
- Nilai Transaksi di Program EPIC Sale Mencapai Rp 14,9 Triliun
- Bea Cukai Tingkatkan Asistensi Fasilitas Kawasan Berikat ke Perusahaan di Daerah Ini
- Transaksi Program BINA Diskon 2024 Tembus Rp 25,4 Triliun, Ini Harapan Menko Airlangga