Driver Ojol Minta Bantuan Hari Raya, Modantara Berkomentar Begini

Driver Ojol Minta Bantuan Hari Raya, Modantara Berkomentar Begini
Asosiasi Mobilitas dan Pengantaran Digital Indonesia (Modantara) menganggapi permintaan para driver ojek online (Ojol) terkait Bantuan Hari Raya (BHR). Foto: ANTARA/M RISYAL HIDAYAT

Dari jumlah tersebut, sekitar 1,8 juta atau 4,6% bekerja di layanan ride-hailing seperti ojek dan taksi online.

Artinya, regulasi yang kurang tepat pasti dapat berdampak pada jutaan individu yang menggantungkan hidupnya pada industri itu.

Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies, Yose Rizal Damuri menegaskan perusahaan platform (aplikator) bukan berkedudukan sebagai pemberi kerja, tetapi hanya memfasilitasi pertemuan antara yang membutuhkan jasa dan yang menyediakan jasa.

"Namun ini terdapat persepsi yang keliru bahwa perusahaan platform menyediakan lapangan pekerjaan, sehingga secara tidak langsung menimbulkan citra seolah-olah mereka adalah pemberi kerja," kata Yose.

Hal senada juga disampaikan Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin.

Dia menyebut kebijakan yang berkaitan dengan industri platform digital seharusnya tidak dilihat sebagai regulasi terhadap bisnis tersendiri, melainkan sebagai bagian dari ekosistem yang mendukung sektor lain, termasuk UMKM, pedagang pasar, warung kelontong, serta industri skala rumah tangga.

"Setiap kebijakan harus mempertimbangkan kepentingan utama para pemangku kepentingan—perusahaan aplikator, Mitra, konsumen, dan bisnis lain yang bergantung pada layanan platform digital. Jika tidak, regulasi ini berpotensi menghambat pertumbuhan digitalisasi nasional," ujarnya.

Begitu juga dengan wacana untuk menjadikan pekerja ekonomi informal (gig worker) menjadi karyawan tetap.

Asosiasi Mobilitas dan Pengantaran Digital Indonesia (Modantara) menganggapi permintaan para driver ojek online (Ojol) terkait Bantuan Hari Raya (BHR).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News