Druze

Oleh Dahlan Iskan

Druze
Dahlan Iskan di pusat Druze di Moukhtara, Lebabon. Foto: disway

Sopir saya pun boleh ikut masuk. Ia bersorak keras. Di dalam hati. Dengan semangat lautan api. Meluap. Riang gembira. Luar biasa. Jauh dari bayangannya yang menakutkan.

Ia mengambil foto melebihi saya. Minta difoto pula. Tidak habis-habisnya. Termasuk dengan tentara Druze yang semula menakutkannya.

Nanti, dalam perjalanan kembali ke Beirut, hebohnya bukan main. Sopir saya itu sangat-sangat happy. Ia tilpon teman-temannya. Ia ceritakan kehebatan dirinya: bisa masuk istana Druze di Moukhtara. Ia kirim foto-fotonya. Lewat HP-nya.

Itulah perjalanan lintas batas yang jauh. Baginya. Dari benua Hisbullah. Ke benua Druze.

Saya sendiri sibuk mengamati semua bangunan ini. Dan ruangan-ruangannya.

“Ini ruang khusus,” kata petugas istana.

Di ruang itu ada lukisan Kamal Jumblatt naik kuda. Besar sekali. Dengan heroiknya. Dengan pangkat-pangkat ala Bung Karnonya.

“Biasanya beliau dulu duduk di situ. Menerima pengaduan masyarakat umum,” tambahnya.

Dia Islam. Dia bukan Islam. Dia bukan Islam tapi Islam. Dia Islam tapi bukan Islam. Dia Druze. Jumlah umatnya sekitar 1 juta di Lebanon. Atau 5 persen penduduk.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News