Druze

Oleh Dahlan Iskan

Druze
Dahlan Iskan di pusat Druze di Moukhtara, Lebabon. Foto: disway

Semula agak menimbulkan kecurigaan sang bersenjata. Untuk apa ada orang asing ke makam.

Tapi ia bisa berbahasa Inggris. Mengerti maksud kedatangan saya. Yang tidak akan menuntut balas bagi yang sudah mati.

“Tapi dilarang memotret ya,” pesannya. “Dan harus copot sepatu.”

Tidak masalah.

Saya kan sudah biasa copot sepatu. Setiap ke makam kakek buyut saya. Di Takeran, Magetan. Yang bangunannya besar, untuk ukuran kuburan. Bangunan kuno. Yang lantai terasnya mengilap. Tegel kuno.

Bahkan saya harus bersila di situ. Saat bertahlil.

Tapi, bahwa tidak boleh memotret itu masalah besar. Saya ini, ehm, kan wartawan. Meski no signal.

Tapi juga tidak masalah. Saya sudah biasa memotret sambil curi-curi. Teman saya juga sudah saya ajari ‘mencuri’ foto. Kata saya: kalau saya nanti wawancara mereka kan lengah. Anda foto itu, itu dan itu.

Dia Islam. Dia bukan Islam. Dia bukan Islam tapi Islam. Dia Islam tapi bukan Islam. Dia Druze. Jumlah umatnya sekitar 1 juta di Lebanon. Atau 5 persen penduduk.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News