Dua Ahli Berbeda Pendapat
Selasa, 26 Januari 2010 – 01:19 WIB
Natabaya juga menolak jika keputusan paripurna DPR saat itu dikatakan mengambang. Sebab katanya, pernyataan bahwa Perppu JPSK diminta adalah wewenang DPR. "(Isi surat) itu kan tergantung tata tertib DPR. Di situ diatur atau tidak. UUD 1945 tidak menyebut kata menolak atau menerima, tapi persetujuan," jelasnya.
Keterangan lain yang memperkuat posisi penolakan Perppu JPSK juga berasal dari pencairan Penyertaan Modal Sementara (PMS) dari LPS. Pada pencairan tahap I dan II, LPS menggunakan dasar hukum Perppu JPSK. Pencairan itu dilakukan sebelum DPR menggelar paripurna pada 18 Desember.
Natabaya menyatakan, jika tidak dicantumkan, maka Perppu JPSK itu dianggap tidak berlaku oleh LPS. Sebab, harus ada pijakan hukum dari setiap keputusan yang bersifat kenegaraan. "Kalau tidak dicantumkan, berarti tidak lagi mengikat. Jika (dasar hukum) yang lainnya ada, berarti ada perubahan," jelas Natabaya.
Sementara itu, Ketua Pansus Century Idurs Marham merasa kesal, karena keinginan pansus untuk mendapatkan semua dokumen terkait kasus bailout Bank Century, rupanya terhambat. Pasalnya, ada beberapa dokumen yang hingga kini masih belum diserahkan oleh Departemen Keuangan (Depkeu) dan Bank Indonesia (BI).
JAKARTA - Status dana Rp 6,7 triliun yang digunakan LPS untuk mem-bailout Bank Century juga memicu perdebatan dalam rapat pansus yang menghadirkan
BERITA TERKAIT
- Nilai IKIP Kaltim Meningkat, Masuk Tiga Besar Nasional
- Yorrys Raweyai: DPD Akan Mengawal Proses Pembangunan PIK 2 Tangerang
- BPMK Lanny Jaya Diduga Potong Dana Rp 100 juta dari 354 Kampung
- Kipin Meraih Penghargaan Utama di Temasek Foundation Education Challenge
- Sri Mulyani: Setiap Guru adalah Pahlawan yang Berkontribusi Besar bagi Kemajuan Indonesia
- Kerugian Negara Hanya Bisa Diperiksa BPK, Ahli: Menjerat Swasta di Kasus PT Timah Terlalu Dipaksakan