Dua Ratus Juta Cell Muda untuk Saya Coba
jpnn.com - “SAYA harus percaya pada kemampuan anak muda ini,” pikir saya dalam hati.
Hari itu, hampir dua tahun lalu, saya membaca edisi khusus Jawa Pos yang amat tebal. Yang menampilkan prestasi puluhan anak muda Indonesia yang menakjubkan. Salah satunya wanita muda ini: Dr dr Purwati SpPD FINASIM.
Saat itu sebenarnya saya sudah mendaftarkan diri ikut ke Jerman dan Swiss. Untuk menjalani apa yang lagi mode di kalangan tertentu belakangan ini: stem cell. Lalu saya batalkan. Saya pun melakukan diskusi lanjutan: apakah benar sudah ada dokter kita yang ahli stem cell. Ternyata benar. Maka saya harus percaya pada kemampuan dokter muda dari RSUD dr Soetomo Surabaya itu.
Saya memang gelisah melihat betapa banyak orang kita yang ke Jerman atau Tiongkok untuk stem cell. Padahal yang di Jerman itu tidak murah: Rp 2,5 miliar. Belum termasuk tiket pesawat dan hotelnya. Itulah harga yang harus dibayar orang-orang yang takut tua. Atau takut terlihat tua.
Agen-agen stem cell kini banyak beroperasi di Jakarta. Ada yang mencari pasien stem cell beneran, ada yang stem cell-stem cell-an. Banyak orang bingung yang mana yang benar. Padahal begitu besar risiko. Tapi siapa peduli?
Menjadi tua rupanya begitu menakutkan. Banyak yang asal tabrak.
Waktu memutuskan untuk ikut mendaftar ke Jerman, bukan karena saya takut tua. Tapi ingin menjalani uji coba. Bisa jugakah stem cell membuat saya tidak lagi tergantung obat seumur hidup?
Sebenarnya saya pun tidak keberatan minum obat seumur hidup. Toh kapsulnya sangat kecil. Sekecil butiran beras. Dosisnya pun hanya 0,5 mg, dosis terkecil. Efek sampingnya pasti juga kecil. Inilah obat yang harus saya minum untuk mengurangi jumlah T cell (sel T) saya.