Dua Sisi Mata Uang Soeharto-Salim
Senin, 11 Juni 2012 – 09:32 WIB
Segera setelah Soeharto menjadi presiden pada 1968, Liem memperoleh hak monopoli cengkih dan tepung terigu. Pada tahun 1969, ketika rezim Soeharto mengeluarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No.6 Th. 1969 supaya warga keturunan Tionghoa mengganti nama, Liem lantas mengubah namanya menjadi Sudono Salim.
Pada 1973, ketika konstruksi sedang giat dilakukan pemerintah, Liem mendirikan industri semen. Pada 1990, memanfaatkan terigu yang dikuasainya, Liem mendirikan Indofood yang hingga kini menguasai pasar mie instan di tanah air. Bisnisnya kian mengkilat ketika mendirikan Central Bank Asia pada 1957 yang lantas berubah nama menjadi Bank Central Asia (BCA) pada 1960.
Pada 1997, kelompok usaha Salim Grup memiliki sekitar 500 perusahaan dengan nilai sekitar mencapai USD 20 miliar dan memiliki tak kurang dari 200 ribu tenaga kerja. Salim juga langganan daftar 25 besar pengusaha terkaya di Asia dan 100 Orang Terkaya di Dunia versi majalah Forbes.
Bisnisnya mengalami kemunduran saat krisis moneter ketika utangnya diprediksi mencapai USD 4,8 miliar. Untuk melunasinya, Liem harus melego 108 perusahaan kepada pemerintah guna membayar utang Rp 52,7 triliun.
LIEM Sio Liong atau Sudono Salim dan mantan Presiden Soeharto ibarat dua sisi dalam sekeping uang logam. Keduanya besar bersama, jatuh pun bersama.
BERITA TERKAIT
- Aher: Apa yang Sudah Diproduksi Pindad Selama Ini tak Kalah dengan Produk Negara Lain
- Diikuti 12.300 Pelari, Pertamina Eco RunFest 2024 Sukses Digelar
- WPC dan GPA Serukan kepada Pemerintah untuk Turut Mengakhiri Polusi Plastik
- Pemenang Kompetisi MTQ Internasional Raih Hadiah Uang Rp125 juta
- Potensi Besar Kentang Garut Binaan UPLAND untuk Dukung Swasembada Pangan
- IFAD Tinjau Program UPLAND di Garut Untuk Tingkatkan Produktivitas & Kesejahteraan Petani