Dugaan Kecurangan Pemilu Mewarnai Penghitungan Suara, Bisakah Hasilnya Dianulir?
Meski belum ada preseden atau yurisprudensi pembatalan hasil pemilu, namun melihat apa yang terjadi, ahli hukum tata negara Universitas Gadjah Mada, Dr Herlambang Wiratraman menilai hasil Pemilu 2024 layak dibatalkan.
"Mengapa? Karena pemilu ini berangkat dari proses yang begitu banyak manipulasinya dan kecurangan ini telah terjadi jauh sebelum pemungutan suara, sehingga dengan kerangka berpikir [kecurangan] terstruktur, sistematis, dan masif, hasil pemilu ini sudah bisa dianulir," kata Herlambang kepada ABC.
Ia membenarkan ada mekanisme hukum yang bisa ditempuh melalui Bawaslu atau melalui MK melalui pengajuan sengketa pemilu setelah hasil akhirnya penghitungan suara diumumkan KPU, pada 20 Maret.
"Tetapi proses yang akan dilihat Bawaslu sangat formal dan tidak bisa melacak dugaan kecurangan yang berkaitan dengan kebijakan, yang sebenarnya begitu kuat terjadi sebelum proses pemungutan suara, sehingga kewenangannya dalam hal pemberian sanksi juga terbatas," katanya.
Menurutnya Mahkamah Konstitusi selama ini hanya mengambil peran menengahi selisih perolehan suara, dan belum pernah mengambil inisiatif mengungkap kasus kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif seperti yang diminta oleh undang-undang.
"Pilihan lainnya adalah memang melalui proses politik yang mekanisme konstitusionalnya ada di DPR melalui hak angket," tutupnya.
Video Terpopuler Hari ini:
Sejumlah organisasi masyarakat sipil menemukan banyak dugaan kecurangan dalam proses pemilu
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Biaya Hidup di Australia Makin Mahal, Sejumlah Sekolah Berikan Sarapan Gratis
- Rencana Australia Membatasi Jumlah Pelajar Internasional Belum Tentu Terwujud di Tahun Depan
- Dunia Hari Ini: Konvoi Truk Bantuan Untuk Gaza Dijarah Kelompok Bersenjata
- Dunia Hari Ini: Rencana Airbnb Menggelar Pertarungan Gladiator di Roma Dikecam
- Inilah Sejumlah Kekhawatiran Para Ibu Asal Indonesia Soal Penggunaan Media Sosial di Australia