Dulu Ada Dua Ribu, Kini Tinggal Hitungan Jari

Dulu Ada Dua Ribu, Kini Tinggal Hitungan Jari
BULE - Irwandi Puteh, salah seorang keturunan Portugal yang tersisa di Lamno, Aceh Jaya, Minggu (27/12) kemarin saat menjaga tokonya. Foto: Agus Wahyudi/Jawa Pos.
Kini, sebagian jalan raya menembus perbukitan itu memang sedang diperlebar. Banyak pekerja dengan alat-alat beratnya mengerjakan proyek tersebut.

Banyak warga Lamno mengaku tak melihat lagi para "bule" setelah tsunami. "Saya tak lihat lagi. Teman-teman saya banyak yang meninggal karena tsunami itu," jelas Zulfikar, nelayan di Kuala Daya yang asli penduduk lokal. Sejumlah warga yang tinggal di kompleks rumah bantuan, tak jauh dari kawasan Kuala Daya, juga mengaku tak melihat mereka lagi pascatsunami.

Kabar bahwa masih ada "bule Lamno" yang tersisa datang dari seorang penjaga warung, di Kuala Lam Besoe, tiga kilometer dari Kuala Daya. Menurut wanita itu, masih ada sekeluarga keturunan Portugis yang tinggal di kawasan itu. Mereka adalah keluarga Jamaludin Puteh, atau akrab disapa Pak Putih. Warga tak tahu pasti apakah karena kulitnya yang putih kemudian dipanggil demikian.

Untuk menuju rumah keluarga Jamaludin, terlebih dahulu harus naik rakit kurang lebih sepuluh menit, dengan tarif Rp 3 ribu. Sebelum tsunami, sebenarnya ada jembatan yang menghubungkan dua wilayah itu. Namun, bencana itu menyebabkan jembatan putus dan belum dibangun kembali hingga kini.

Dulu, kawasan Lamno terkenal dengan penduduknya yang bermata biru, berambut pirang, berkulit putih, dan berhidung mancung. Mereka adalah keturunan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News