Dulu Bahagia Pegang Senpi, Kini Pegang Cangkul
Selasa, 08 Februari 2011 – 08:08 WIB
Pestisida, misalnya. Zat cair pembunuh serangga itu, kata dia, bisa dihasilkan dari ramuan bawang dan kacang-kacangan. Pemberiannya juga tidak bisa sembarangan. Harus rutin diberikan sejak usia-usia tertentu pada tanaman.
Pola penanaman juga diatur. Mereka dilarang menanam satu jenis tanaman di lahan yang sama dalam waktu lama. Sebab, hal tersebut akan membuat hama lebih mudah menyerang. Selain itu, beberapa tanaman harus "dijodohkan". Misalnya, antara brokoli dan selada hijau.
Bertani organik, jelas Johan, juga harus mampu membaca tanda-tanda alam. Para remaja petani itu pun harus mampu beradaptasi dengan situasi cuaca yang terus berubah. "Mereka tidak boleh membatu. Harus mampu kompromi dengan situasi," tegasnya.
Hasil dari bertani organik tersebut, kata dia, dijual ke masyarakat. Baik via online maupun melalui link-link mereka. Uang hasil penjualan tersebut kemudian digunakan lagi untuk kegiatan serta biaya hidup mereka selama pelatihan. "Kalau duit hasil jual sayur organik untuk saya sendiri, bisa kaya saya," ujar Johan lantas tertawa.
Di Cianjur, Jawa Barat, para remaja "rentan" diajari ilmu bertani di lahan khusus. Disebut "rentan" karena mereka tumbuh di lingkungan
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408