Dulu Seteru, Kini Sekutu: Drama Politik Indonesia Menjelang Pemilu

"Terus apa lagi? Masa figurnya bisa beda?" ujar Budi Arie.
Tetapi Projo mengaku masih menunggu arahan Jokowi sebelum mengumumkan dukungannya.
"Ya lihat saja nanti Pak Jokowi akan memerintahkan kami seperti apa," ucapnya.
Basis ideologi yang lemah
Akademisi dari Northwestern University, Yoes Kenawas menilai pragmatisme politik yang dipertontonkan berbagai pihak yang "menyeberang ke kubu yang tidak terpikirkan sebelumnya" tak terlepas dari sejarah politik Indonesia.
"Ini menurut saya terjadi karena, yang pertama, absennya gerakan sosial yang benar-benar memiliki ideologi yang kuat."
Yoes menjelaskan berbeda dengan partai politik di sejumlah negara di Eropa yang terbentuk karena cleavage dalam masyarakat yang secara organik terkristalisasi menjadi ideologi-ideologi tertentu seperti liberal dan konservatif, hal ini tidak terjadi dalam konteks Indonesia.
"Kita lihat mulai tahun 65, ideologi komunisme dihabiskan, semua yang berhubungan dengan sosialisme dilebur jadi PDI, semua yang berhubungan dengan Islam digabung ke dalam PPP, terus yang dikemukakan adalah floating mass, masyarakat yang berkarya, masyarakat yang apolitis atau yang didepolitisasi, dan efeknya sampai sekarang."
Menurutnya meski Indonesia mengenal ideologi Pancasila, masih belum jelas bagaimana refleksinya dalam kebijakan.
Politisi, partai politik, bahkan relawan juga bisa berbalik arah. Inilah politik Indonesia menjelang pesta demokrasi lima tahunan
- Sulitnya Beli Rumah Bagi Anak Muda Jadi Salah Satu Topik di Pemilu Australia
- Rusia Menanggapi Klaim Upayanya Mengakses Pangkalan Militer di Indonesia
- Dunia Hari Ini: Siap Hadapi Perang, Warga Eropa Diminta Sisihkan Bekal untuk 72 Jam
- Rusia Mengincar Pangkalan Udara di Indonesia, Begini Reaksi Australia
- Dunia Hari Ini: Katy Perry Ikut Misi Luar Angkasa yang Semua Awaknya Perempuan
- Dunia Hari Ini: Demi Bunuh Trump, Remaja di Amerika Habisi Kedua Orang Tuanya