Dulu Seteru, Kini Sekutu: Drama Politik Indonesia Menjelang Pemilu

Dulu Seteru, Kini Sekutu: Drama Politik Indonesia Menjelang Pemilu
Prabowo Subianto dan Budiman Sudjatmiko berpelukan saat deklarasi relawan Prabu Bersatu di Semarang (18/08). (Foto: Facebook/ Prabowo Subianto)

"Terus apa lagi? Masa figurnya bisa beda?" ujar Budi Arie.

Tetapi Projo mengaku masih menunggu arahan Jokowi sebelum mengumumkan dukungannya.

"Ya lihat saja nanti Pak Jokowi akan memerintahkan kami seperti apa," ucapnya.

Basis ideologi yang lemah

Akademisi dari Northwestern University, Yoes Kenawas menilai pragmatisme politik yang dipertontonkan berbagai pihak yang "menyeberang ke kubu yang tidak terpikirkan sebelumnya" tak terlepas dari sejarah politik Indonesia.

"Ini menurut saya terjadi karena, yang pertama, absennya gerakan sosial yang benar-benar memiliki ideologi yang kuat."

Yoes menjelaskan berbeda dengan partai politik di sejumlah negara di Eropa yang terbentuk karena cleavage dalam masyarakat yang secara organik terkristalisasi menjadi ideologi-ideologi tertentu seperti liberal dan konservatif, hal ini tidak terjadi dalam konteks Indonesia.

"Kita lihat mulai tahun 65, ideologi komunisme dihabiskan, semua yang berhubungan dengan sosialisme dilebur jadi PDI, semua yang berhubungan dengan Islam digabung ke dalam PPP, terus yang dikemukakan adalah floating mass, masyarakat yang berkarya, masyarakat yang apolitis atau yang didepolitisasi, dan efeknya sampai sekarang."

Menurutnya meski Indonesia mengenal ideologi Pancasila, masih belum jelas bagaimana refleksinya dalam kebijakan.

Politisi, partai politik, bahkan relawan juga bisa berbalik arah. Inilah politik Indonesia menjelang pesta demokrasi lima tahunan

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News