Dunia Pendidikan, dari Kartini hingga Mahatma Gandhi
Oleh : Khoirunnisa, S.Sos.,M.Si, Dosen Prodi Hubungan Internasional Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
jpnn.com, JAKARTA - Pendidikan Pendorong Perubahan Sosial
Raden Ajeng Kartini adalah salah satu tokoh perempuan Indonesia yang sangat berpengaruh dalam sejarah bangsa Indonesia. Lahir pada 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah, Kartini dikenal sebagai pahlawan nasional Indonesia dan pejuang hak-hak perempuan.
Kartini diakui karena perjuangannya dalam memperjuangkan hak-hak perempuan. Pandangannya yang progresif pada masanya telah membawa perubahan signifikan dalam peran perempuan di masyarakat. Salah satu kontribusi besar Kartini adalah pada bidang pendidikan. Dia memperjuangkan hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang setara dengan laki-laki. Pemikirannya tentang pendidikan sebagai sarana untuk memerdekakan perempuan telah menginspirasi banyak orang dan membantu membentuk sistem pendidikan Indonesia. Kartini mengajukan gagasan bahwa perempuan juga memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan dan berkembang secara pribadi.
Raden Ajeng Kartini, dengan visi progresifnya, memimpin perjuangan yang luar biasa untuk meningkatkan posisi dan hak-hak perempuan di masyarakat pada awal abad ke-20 di Hindia Belanda, terutama dalam bidang pendidikan. Kartini meyakini bahwa pendidikan adalah kunci pembebasan perempuan. Pada masanya, perempuan terbatas dalam hal akses pendidikan dan Kartini berusaha merubah paradigma ini. Dia memperjuangkan hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang setara dengan laki-laki, yakin bahwa pengetahuan dan kecerdasan akan memberikan kebebasan kepada perempuan.
Kartini tidak hanya memandang pendidikan sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan, tetapi juga sebagai alat pemberdayaan perempuan. Dia percaya bahwa dengan pendidikan, perempuan dapat mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk menjadi individu yang mandiri, berkontribusi pada masyarakat, dan mengambil peran aktif dalam pembentukan nasibnya sendiri. Seperti yang disampaikan dalam korespondensinya: “O, saya ingin sekali menuntun anak-anak itu, membentuk wataknya, mengembangkan otaknya yang muda, membina mereka menjadi wanita-wanita dari hari depan, supaya mereka kelak dapat meneruskan segala yang baik itu. Bagi masyarakat kita pasti akan membahagiakan, bilamana wanita-wanitanya mendapat pendidikan yang baik. Karena saya yakin sedalam-dalamnya bahwa wanita dapat memberi pengaruh kepada masyarakat, maka tidak ada yang lebih saya inginkan daripada menjadi guru, agar supaya kelak dapat mendidik gadis-gadis dari para pejabat tinggi kita”.
Kartini melihat bahwa ketidaksetaraan gender dalam pendidikan adalah salah satu bentuk diskriminasi yang harus diatasi. Dia menentang norma-norma sosial yang menghambat perempuan untuk mengakses pendidikan tinggi. Gagasan ini menjadi dasar bagi gerakan pemberdayaan perempuan di Indonesia, yang kemudian melibatkan upaya untuk menyediakan akses pendidikan yang setara bagi semua. Karena menurutnya "…Pemerintah tidak akan sanggup memberi makan semua orang, tapi tetapi pemerintah dapat memberikan daya upaya agar dapat mencapai tempat makanan itu. Daya upaya itu ialah pengajaran, serta memberi kesempatan kepada anak bangsa baik laki-laki dan perempuan untuk mencari kepandaian agar mereka mampu membawa tanah air dan bangsanya kearah perkembangan jiwa, kearah kecerdasan pikiran serta kemakmuran dan kesejahteraan ....". Masih kurangnya pemahaman mengenai kesetaraan di masyarakat kita, yang kemudian masih banyak pula aturan-aturan dibuat hanya untuk menyesuaikan, memenuhi, mengakomodir tuntutan, namun tidak sepenuhnya dijalankan untuk diberikan daya, seperti 30 persen keterwakilan perempuan tidak terpenuhi, tetapi sejak tahun 2012 perempuan sebagai anggota KPU-Bawaslu kurang dari 30 persen.
Hal ini tentu menimbulkan protes dari para aktivis perempuan, salah satunya anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, yang mengatakan, ”Dalam diri perempuan juga ada keterwakilan daerah, keahlian, agama, suku, organisasi masyarakat, dan lain sebagainya. Kalau mau, dicari irisan terbanyak.”
Selain pengetahuan akademis, Kartini juga menggarisbawahi pentingnya pendidikan karakter. Dia menekankan nilai-nilai moral, keberanian, dan kemandirian dalam proses pendidikan. Pendidikan yang seimbang antara pengetahuan dan karakter dianggapnya esensial untuk membentuk perempuan yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berdaya dan bertanggung jawab. Seperti kutipan dari suratnya yang ditujukan pada salah seorang korspondensinya Ny.Abendanon,21 Januari 1901, "Pendidik ialah mendidik budi dan jiwa, kewajiban seorang pendidik belumlah selesai jika ia hanya baru mencerdaskan pikiran saja; bahwa tahu adat dan bahasa serta cerdas, pikiran belumlah lagi jaminan orang hidup susila dan mempunyai budi pekerti...“
Raden Ajeng Kartini adalah salah satu tokoh perempuan Indonesia yang sangat berpengaruh dalam sejarah bangsa Indonesia. Lahir pada 21 April 1879 di Jepara
- Achieva Edu, Platform Lead Generation AI Pertama untuk Sektor Pendidikan
- Wakil Ketua MPR: Kualitas Pendidikan Harus jadi Perhatian Semua Pihak
- Warga LDII Diminta Netral, Bijak Menggunakan Hak Pilih di Pilkada
- Sekolah Cendekia Harapan Raih 7 Penghargaan Bergengsi, Hadirkan Pendidikan Berbasis Penelitian
- Dukung Dunia Pendidikan, Swiss-Belhotel Pondok Indah Kucurkan Donasi lewat GNOTA
- Ibas Ajak Perempuan Sadar Akan Potensinya