Durian Low
Oleh: Dahlan Iskan
Beda keduanya memang hanya dikit, beda satu huruf. Di BYAN uang Anda berlipat. Di pinjol uang Anda terlipat.
Saya tidak ahli saham. Juga tidak punya saham di mana pun di perusahaan publik. Tidak pula pernah tertarik pada pinjol. Saya orang kuno. Investasi selalu di dunia nyata. "Bodoh sekali," ujar teman saya yang cepat kaya. Saya memang sudah tua. Sudah ketinggalan zaman.
Mungkin juga karena saya pernah punya pengalaman pahit: habis uang di pasar modal. Duluuuuu. Sudah lama sekali. Saya sudah lupa tahunnya. Di bidang investasi ternyata saya tergolong orang yang sulit move on.
Bayan Group kini memiliki 12 tambang. Di Kutai Kartanegara saja. Belum di Kutai Timur. Belum juga yang di Kalsel.
Itu tidak sepenuhnya seperti durian runtuh. Sebagian berkat kesabaran Datuk Low sendiri. Yang tetap bertahan di bisnis itu di saat harga batu bara sangat rendah. Selama lebih 10 tahun.
Di saat sulit itu begitu banyak pengusaha yang menjual tambang. Tidak kuat lagi di harga yang begitu rendah. Begitu lama. Pun Datuk Low. Sudah sangat sulit saat itu. Nyaris ambruk.
Namun, ia tahan.
Sampai akhirnya menemukan durian runtuh dua tahun lalu. Produksinya pun bisa terus dinaikkan. Seperti hendak mengejar Adaro dan KPC.