Durian Tarmidji

Oleh: Dahlan Iskan

Durian Tarmidji
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

"Bapak tidak perlu investor. Jalan sendiri saja," ujar saya.

"Saya pengin mingguan ini jadi harian. Saya pengin maju. Saya merasa cocok dengan Pak Dahlan," ujar Pak Tabrani.

Waktu Pak Tabrani memang terbatas. Ia pejabat tinggi di Pemda Kalbar: Asisten sekwilda. Potensial sekali naik jabatan.

Ia mencintai dunia publikasi dan fotografi. Sejak masih muda. Sosoknya mungil, kulitnya bening, bicaranya lirih, solah bawanya halus. Ia tidak pernah menyela orang yang lagi bicara.

Pak Tabrani kini hidup bersama salah satu anaknya, sejak istrinya meninggal 5 tahun lalu.

Ia pun tahu: kini saya sudah bukan siapa-siapa lagi. Pun di perusahaan yang membawahkan Pontianak Post itu. Tetapi persahabatan kami melebihi kekuasaan duniawi.

Saya senang bicara Pak Tab kian lancar. Jauh lebih baik dari pertemuan-pertemuan sebelum ini. Biar di kursi roda tapi masih bisa pindah sendiri dari kursi roda ke mobil. Memang dengan susah payah, tetapi bisa.

Saya tidak membantunya naik mobil. Ia harus bisa sendiri. Dan ia bangga dengan kemampuannya itu.

Selama ini saya terlalu memuja musangking. Maka sejak pekan lalu itu, sejak makan durian Pontianak lagi, kesan saya pada durian musangking berubah.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News