Eijkman

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Eijkman
Dhimam Abror Djuraid. Foto: Ricardo/JPNN.com

Namun, proses penelitian yang dilakukan tetap independen dari intervensi kekuasaan.

Pendaratan Apollo-11 di Bulan pada 1969 oleh Neil Armstrong dan Edwin Aldrin bukan sekadar sebuah proyek ilmiah melainkan sebuah proyek politik.

Amerika sedang berada pada puncak perang antariksa melawan Uni Soviet yang juga berambisi untuk mengirim manusia ke Bulan. Perang itu disebut sebagai ‘’space race’’ balapan menuju ruang angkasa yang juga melahirkan ‘’arm race’’ persaingan untuk memroduksi senjata ruang angkasa paling mematikan dan menghancurkan.

Peleburan Eijkman ke dalam BRIN adalah upaya melakukan kooptasi total terhadap semua potensi kekuasaan dan merengkuhnya menjadi bagian dari kekuasaan. Korporatisme negara dilakukan secara mutlak dan menyeluruh.

Mulai dari partai politik sampai ke lembaga riset, semua disedot masuk ke dalam korporatisme negara. Inilah indikasi negara totaliter yang menginginkan kekuasaan yang mutlak dan total.

Lembaga strategis seperti BRIN yang seharusnya independen pun harus masuk dalam kooptasi negara dan menjadi bagian dari korporatisme negara. Semua hasil riset harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Megawati juga menjadi ketua dewan pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan menghendaki ada paralel antara BRIN dan BPIP, entah bagaimana cara memparalelkan dua lembaga itu.

Kita mengalami masa-masa ketika rezim yang berkuasa begitu obsesif terhadap Pancasila. Ada sistem ekonomi Pancasila, ada demokrasi Pancasila, sepak bola pun harus Pancasila. Ketika pertandingan final tidak bisa menghasilkan juara maka diputuskan untuk menjadikan kedua finalis sebagai juara bersama.

Penemuan Eijkman membuka khazanah baru tentang vitamin. Berkat jasanya tersebut, ia mendapat Hadiah Nobel 1929.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News