Eijkman

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Eijkman
Dhimam Abror Djuraid. Foto: Ricardo/JPNN.com

Kooptasi Eijkman oleh BRIN adalah wujud relasi kuasa yang paling nyata. Foucault mengingatkan relasi antara pengetahuan dan kekuasaan. Hubungan itu begitu erat sampai tidak terpisahkan. Kekuasaan menghasilkan pengetahuan dan pengetahuan dibentuk oleh kekuasaan.

Dalam istilah lain Foucault menyebut pengetahuan sebagai episteme, yaitu bentuk pengetahuan yang otoritatif atau pengetahuan yang telah dimantapkan sebagai pemaknaan terhadap situasi tertentu pada suatu zaman.

Hal itu terjadi di setiap rezim dalam setiap kurun waktu sejarah.

Rezim Nazi Jerman mempekerjakan para ilmuwan hebat untuk mendukung politik diskriminatif dan mendukung keunggulan ras Arya atas ras lainnya, terutama Yahudi. Penelitian dilakukan dengan tidak mengindahkan etika dan tata krama.

Anak-anak di bawah usia matang dijadikan kelinci percobaan dengan memasukkan mereka ke laboratorium untuk melihat DNA dan membedakan antara DNA Arya dengan DNA Yahudi.

Dalam banyak kasus anak-anak yang menjadi eksperimen itu mengalami cacat seumur hidup dan banyak pula yang mengakibatkan kematian. Rezim komunis Uni Soviet menciptakan laboratorium hidup dengan menjadikan manusia sebagai sampel penelitian, untuk melihat kesamaan DNA antarsemua orang yang berbeda jenis kelamin, suku, serta latar belakang budaya.

Penelitian ala Nazi dan ala komunis ini sama-sama mengabaikan etika dan agama. Nazi mengarahkan penelitian untuk mendukung kepentingan politiknya bahwa bangsa Arya adalah bangsa dan ras yang paling unggul di dunia.

Rezim komunis mempergunakan ilmu pengetahuan untuk membuktikan bahwa semua manusia adalah sama, tidak ada perbedaan di antara mereka, meskipun secara alamiah mereka punya perbedaan jenis kelamin dan latar belakang sosial.

Penemuan Eijkman membuka khazanah baru tentang vitamin. Berkat jasanya tersebut, ia mendapat Hadiah Nobel 1929.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News