Eka Tjipta
Oleh Dahlan Iskan
“Mabuk tapi hati sangat gembira. Semangat sekali,” katanya.
Baru beberapa hari di Makassar keluarlah peraturan pemerintah Jepang. Penjualan minyak goreng hanya boleh dilakukan pihak Jepang. Milik swasta harus diserahkan. Dengan harga dipatok. Rp 1,5/liter.
Eka Tjipta, yang waktu itu namanya masih Ek Tjhong, bangkrut untuk kedua kalinya. Masih muda sudah merasakan ‘jatuh’ dua kali.
Hidup pun susah. Untuk semua orang. Berbulan-bulan tidak makan roti. Bukan tidak punya uang tapi sulit mendapatkan roti. Beli roti harus antre. Satu orang dibatasi maksimal dua roti.
Hari itu ia sangat ingin beli roti. Ia antre. Beli dua. Tapi hanya diberi satu. Ia marah.
Tetap tidak diberi. Ia lemparkan roti yang di tangannya ke muka penjualnya.
Ia ngeloyor pulang. Hatinya mendidih. Dendam. Tekadnya bulat: ingin bikin pabrik roti.
Berhari-hari ia cari tahu: siapa juru masak pabrik roti itu. Ia datangi rumahnya. Ia bawakan oleh-oleh untuk istrinya.