Ekonom Beberkan Penyebab Pinjol Ilegal, Tak Sepele Menyangkut Undang-Undang
Bhima justru melihat maraknya pinjol karena banyak faktor, rasio kredit perbankan terhadap PDB yang terlalu rendah.
Hal itu dibuktikan dari data dari Bank Dunia terakhir yang menyebut Indonesia memiliki rasio kredit perbankan sebesar 38,7 persen, Malaysia 134 persen, Thailand 160,3 persen, Singapura 132 persen.
"Ini membuat sebagian besar populasi belum mendapatkan akses pembiayaan yang merata dari lembaga perbankan," ungkapnya.
Kemudian, lanjut Bhima, penetrasi digital sampai ke level pedesaan dan pada semua lapisan masyarakat jadi sasaran empuk pemasaran pinjol.
"Tinggal klik, isi formulir, uang ditransfer," kata Bhima.
Jeratan kemudahan yang ditawarkan pinjol ilegal ini membuat calon korban seakan tidak memiliki opsi lain ketika kebutuhan dana cepat meningkat.
Masyarakat tidak membiasakan diri melakukan pengcekan dulu ke lembaga keuangan yang formal.
"Ya bisa dibilang literasi keuangan digital kita rendah sebenarnya," beber dia.
Menjamurnya pinjol ilegal membuat Ekonom Bhima Yudhistira mengingatkan pemerintah untuk segera mengesahkan Undang-Undang Fintech dan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.
- Kadin Apresiasi Kebijakan Tarif PPN 12% Hanya untuk Barang dan Jasa Mewah
- Pemerintah Bakal Sediakan Rp 20 Triliun untuk UMKM hingga PMI
- Pegadaian Kantongi Restu OJK Jalankan Kegiatan Usaha Bulion
- AFPI Dukung OJK untuk Memperkuat Pengaturan Pindar
- 5 Strategi Bisnis BNI Menghadapi Tantangan Perekonomian 2025
- Menko Airlangga Ungkap Program Belanja Murah Akhir Tahun Cetak Transaksi Rp 71,5 Triliun